DAMAILAH NEGERIKU........ SEJAHTERALAH BANGSAKU........ JAYALAH INDONESIAKU

Kamis, 02 April 2015

Tanggung Jawab

Komandan satuan memiliki tanggung jawab penuh terhadap semua kegiatan yang berlangsung di kasatuannya, dalam kehidupan militer, bahwa seorang komandan bertanggung jawab terhadap tindakan yang dilakukan oleh bawahannya dalam rangka melaksanakan tugas satuan.  Tanggung jawab komandan untuk mengendalikan dan mengawasi bawahannya merupakan sendi utama dari kehidupan militer yang bertanggung jawab.
     Seorang komandan dalam memberi perintah harus jelas kepada bawahannya sehingga mudah dimengerti dan memastikan bahwa perintah yang dikeluarkannya benar-benar dimengerti oleh bawahannya, komandan harus mengawasi dan mengendalikan perilaku serta tindakan anak buahnya setiap saat.  Dengan demikian, komandan menjamin pencapaian tugas pokok dengan cara berada langsung ditengah anak buahnya, serta dengan melakukan pengamanan dan pengawasan secara terus menerus.

   
  Doktrin Pertanggung jawaban komando sudah dikenal sejak tahun 1439 ketika Charles VII dari Perancis mengeluarkan perintah di Orleans yang menyatakan :
“ The King orders that each captain or lieutenant be held responsible for  the abauses. Ills and offences committed by members of his company, and that as soon as he receives any complaint concerning any such misdeed or abuse, he bring the offender to justice so that the said offender be punished in a manner commensurate with his offence. If he fails to do so or covers up the misdeed or delays taking action, or if, because of his negligence or otherwise, the offender escapes and thus evades punishment, the capatain shall be deemed responsible for the offence as if he had committed it himself and shall be punished in the  same way as the offender would have been “.
     Prinsip tanggung jawab  komando juga terdapat dalam pasal-pasal mengenai Perang (the Article of War) yang dikeluarkan oleh Gustavus Adolphus dari Swedia pada tahun 1621 yang menyebutkan : “ Seorang Kolonel atau Kapten tidak boleh memerintahkan prajuritnya untuk melakukan tindakan yang melanggar hukum, barang siap yang memerintahkan yang demikian itu, harus dihukum menurut putusan hakim (No Colonel or Captain shall command his solidiers to do any unlawful thing, which who so does, shall be punished according to the discretion of the Judges) “. Demikian juga Hugo Grotius menyatakan “ Bahwa Negara dan Pejabat yang berkuasa bertanggung jawab terhadap kejahatan yang dilakukan oleh orang yang berada di bawah kekuasaannya, jika mereka mengetahui dan tidak melakukan pencegahan padahal mereka dapat dan harus melakukan hal itu “.
    
     Protokol Tambahan  I Konvensi Jenewa tahun 1977 (AP I) mengatur dengan tegas mengenai doktrin tanggung jawab komando.  Pasal 86 AP I meletakkan kewajiban kepada para pihak yang bersengketa dan penandatanganan Protokol untuk menindak setiap pelanggaran terhadap isi Protokol.  Pasal 86 ayat (2) AP I menyatakan “ The fact a breach of the conventions or of this Protokol was committed by a subordinate does not absolve his duperiors from penal or disciplinary, as the case may be, if they knew, or had information which should have enabled them to conclude in the circumstances at the time, that he was committing or was going to commit such a breach and if they did not all feasible measures within their power to prevent or repress the breach”.  Pasal ini tidak menciptakan suatu aturan hukum baru, tetapi menjelaskan tentang aturan hukum kebiasaan bahwa pelanggaran dapat timbul sebagai akibat dari tidak dilakukannya suatu kewajiban.  Pasal 86 ayat (2) ini menetapkan tanggung jawab seorang atasan dalam kaitannya dengan tindakan yang dilakukan oleh bawahannya.  Dalam hal ini atasan wajib melakukan intervensi dengan cara mengambil semua lengkah yang memungkinkan sesuai kewenangan yang dimiliki untuk mencegah, atau menindak pelanggaran tersebut.
     Pasal 87 AP I meletakkan standard berkaitan dengan tugas dan kewajiban para komandan militer. Pasal 87 ayat (1) meletakkan kewajiban kepada para Peserta Agung dan para pihak yang terlibat dalam konflik agar para komandan militer melakukan pencegahan dan jika diperlukan, menindak setiap pelanggaran yang dilakukan oleh anggota Angkatan Bersenajata yang berada di bawah komandonya atau orang lain yang berada dalam pengendaliannya dan melaporkan hal itu kepada penguasa yang berwenang.
     Pasal 87 ayat (2) meletakkan suatu tugas yang spesifik kepada komandan sesuai dengan tingkatan tanggung jawabnya, untuk mejamin bahwa semua anggota militer yang berada di bawah komandonya menyadari kewajibannya menurut Konvensi dan Protokol.  Tujuannya adalah untuk mencegah  dan menindak setiap pelanggaran yang dilakukan oleh bawahanya.
     Pasal 87 ayat (3) mewajibkan setiap komandan yang menyadari bahwa bawahannya atau orang lain yang berada di bawah kendalinya akan melakukan atau telah melakukan kejahatan harus melakukan tindakan atau upaya untuk mencegah terjadinya pelanggaran tersebut, dan jika dipandang tepat, mengadakan tindakan disiplin atau pidana terhadap pelaku pelanggaran.

     Pasal 28 huruf (a) Statuta International Criminal Court (ICC) menyatakan seorang komandan militer atau orang yang secara efektif bertindak sebagai komandan militer bertanggung jawab secara criminal atas kejahatan yang berada dalam yurisdiksi Pengadilan yang dilakukan oleh pasukan yang berada di bawah komando dan kendalinya secara efektif, sebagai akibat kegagalannya dalam menjalankan pengendalian yang semestinya terhadap pasukan tersebut, dalam hal :
a.   Bahwa komandan militer mengetahui atau berdasarkan keadaan yang berlangsung saat itu, mesti telah mengetahui bahwa pasukannya sedang melakukan atau akan melakukan kejahatan.
b.   Bahwa komandan militer tidak berhasil mengambil semua tindakan yang semestinya dan diperlukan sesuai kewenangannya untuk mencegah atau menindak terjadinya kejahatan atau mengajukan pelanggaran tersebut kepada lembaga yang berwenang dibidang penyelidikan dan penuntutan.

Jadi sudah seharusnya…..
  Komadan bertanggung jawab jika ia sungguh-sungguh mengetahui, seharusnya mengetahui, melalui laporan yang diterimanya atau melalui cara lain, bahwa pasukannya atau orang yang berada di bawah kendalinya akan melakukan atau telah  melakukan kejahatan perang dan komandan tersebut tidak mampu untuk mengambil tindakan yang diperlukan dan langkah yang tepat agar anak buahnya mematuhi ketentuan hukum perang atau tidak menghukum pelaku kejahatan tersebut.
   Doktrin tanggung jawab komando berlaku atas dasar prinsip-prinsip yaitu :  Seorang atasan dapat dikenakan tanggung jawab karena pembiaran (omission), gagal menjalankan kewajiban untuk mengendalikan bawahan.  Seorang atasan hanya bertanggung jawab jika ia mengetahui atau mesti mengetahui bahwa bawahannya melakukan atau akan melakukan suatu pelanggaran terhadap hukum humaniter internasional.
   Komandan mempunyai tugas dan tanggung jawab terhadap semua kegiatan yang terjadi di kesatuanya menyangkut segala aspek kehidupan prajurit di kesatuannya termasuk aspek hukum.  Tugas dan tanggung jawab komando dibidang hukum berkaitan dengan fungsi seorang komandan sebagai pembina hukum, pembina disiplin, penegak hukum di kesatuannya.  Oleh karena itu baik buruknya suatu  kesatuan beserta prajuritnya, termasuk kualitas serta kapasitasnya dibidang profesi militer sangat  ditentukan oleh kepemimpinan yang diterapkan oleh komandannya.

   Komandan harus bertanggung jawab terhadap setiap pelanggaran hukum yang terjadi di kesatuannya termasuk dapat diminta pertanggung jawaban bila ditemukan bukti bahwa pelanggaran hukum yang dilakukan oleh bawahannya timbul sebagai akibat dari pelaksanaan perintah komandan yang bertentangan dengan hukum nasional maupun internasional yang berlaku.

"Tidak ada prajurit yang salah, yang salah adalah komandannya..."
" tidak ada anak buah yang salah, yang salah adalah pimpinan..."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar