DAMAILAH NEGERIKU........ SEJAHTERALAH BANGSAKU........ JAYALAH INDONESIAKU

Kamis, 26 Mei 2016

Studi Kasus Strategi Amerika Serikat dan Jepang dalam Perang Leyte 1944


1.         Topik.

Studi Kasus Strategi Amerika Serikat dan Jepang  dalam Perang Leyte 1944

2.         Latar Belakang.

            a.         Umum.
1)         Perang Leyte (The Battle of Leyte Gulf)  terjadi di sebelah Utara Pulau Mindanao pada  bulan  Oktober  1944  merupakan  pertempuran  antara  kekuatan  laut  dan udara  Amerika  yang  melaksanakan  operasi  pendaratan  (Operasi  Amfibi)  di Teluk  Leyte  melawan  kekuatan  armada  laut  Jepang  yang  berupaya mempertahankan  wilayah  Philipina  yang  telah  dikuasai.  Sandi  operasi  Jepang untuk  menggagalkan  operasi  pendaratan  Amerika  di  Leyte  adalah  “Sho-go”( 1号作戦 Sho Ichigo sakusen atau Operasi  Kemenangan). Pertempuran tersebut terdiri dari empat pertempuran yang terpisah antara pasukan yang berlawanan: Pertempuran Laut Sibuyan, Pertempuran Selat Surigao, Pertempuran Tanjung Engaño dan Pertempuran Samar, serta aksi lainnya.
2)         Jepang menganggap Filipina sangat penting, sebab cukup kaya akan sumber daya alam serta rute pendekat menuju ke Indonesia dan Malaysia untuk  mengeksploitasi minyak bumi dan sumber alam lainnya guna memasok kebutuhan bagi Jepang. Amerika dan sekutunya sangat sadar bahwa untuk melemahkan kekuatan Jepang adalah dengan memutus suplai kebutuhan logistiknya, terutama dari Indonesia. Caranya adalah dengan menghancurkan kekuatan Jepang yang ada di Filipina.
3)         Tujuan utama Amerika dari penyerbuan ke Filipina itu adalah untuk menguasai Lembah Leyte. Di sinilah MacArthur bermaksud membangun kompleks pangkalan udara, gudang perbekalan dan tempat untuk mempersiapkan pasukan, karena dari pangkalan ini, pesawat terbang Amerika dapat menyerang pasukan Jepang di manapun serta dapat menjangkau pantai Taiwan serta Cina, bahkan mereka akan sanggup pula memutuskan urat nadi Jepang ke Asia Tenggara. Harapan besar ini terungkap pada petunjuk Mac Arthur kepada Jenderal Krueger, panglima Angkatan Darat Keenam. Bahwa dalam lima hari setelah mendarat, Krueger harus membangun pangkalan udara untuk dua kelompok pesawat pemburu, satu skuadron pernburu malam, satu kelompok pembom menengah dan beberapa skuadron patroli serta pengintai. Pada akhir bulan Oktober, Leyte diharapkan dapat menampung tambahan satu skuadron pemburu, dua kelompok pembom ringan dan satu skuadron penyelamat laut dan udara. Pada awal Desember pembom berat dijadwalkan mulai bertugas dari pulau ini.
4)         Invasi ke Teluk Leyte merupakan puncak operasi amfibi terbesar yang pernah digelar oleh Amerika di wilayah Pasifik. Dibawah pimpinan Jenderal Mac Arthur sebagai Panglima Tinggi yang membawahi kesatuan Laut, Udara dan Darat yang diambil dari kekuatan Armada ke tujuh di Pasifik dibawah pimpinan Laksamana Madya Thomas C. Kinkaid. Dengan 701 Kapal, yang terdiri dari 157 kapal perang dan sisanya adalah kapal angkut pasukan pendarat. Dengan menganalisa perang Leyte yang dilaksanakan oleh Amerika tersebut, diharapkan akan dapat diambil manfaatnya bagi TNI AL ditinjau dari aspek pengembangan strategi.

            b.         Kronologis Kejadian.
1)         Pada tanggal 20 Oktober 1944, Jenderal Douglas MacArthur mendarat di Pulau Leyte dan dimulailah operasi di Leyte untuk membebaskan Filipina dari pendudukan Jepang.
2)         Pada tanggal 23 Oktober 1944, kapal selam AS menyergap Pusat Angkatan Bersenjata Jepang di Passage Palawan.
3)         Pada tanggal 24 Oktober 1944, pesawat Jepang menyerang Armada Ketiga Amerika. Setelah serangan itu selesai, AS kehilangan kapal induk ringan Princeton.
4)         Pada tanggal 24 Oktober 1944, terjadi pertempuran Laut Sibuyan. Kekaisaran Jepang akan kehilangan kapal perang Musashi selama pertempuran.
5)         Pada tanggal 24-25 Oktober 1944, Pertempuran Selat Surigao. yang dimana kekuatan Angkatan Laut Amerika mampu mengalahkan Southern Force Jepang.
6)         Pada tanggal 24-25 Oktober 1944, Northern Force Jepang termakan umpan Admiral Halsey Task Force 38 North dan meninggalkan Selat San Bernardino tidak terjaga.
7)         Pada tanggal 25 Oktober 1944, kekuatan cruiser Admiral Shima gagal untuk mendukung Southern Force Jepang.
8)         Pada tanggal 25 Oktober 1944, terjadi pertempuran di Samar. Pesawat dan kapal Amerika mengalahkan Center Force Jepang dalam aksi udara dan permukaan.
9)         Pada tanggal 25 Oktober 1944, terjadi pertempuran di Cape Engaño yang akan mengakibatkan Northern Force Jepang yang hancur


3.         Analisis Kejadian.
Analisa dilakukan terhadap strategi yang dilakukan oleh Sekutu dalam hal ini Amerika di teluk Leyte berdasarkan pada tahap-tahap penyelengaraan perang, yaitu:
a.            Tahap Persiapan.
1)         Amerika menerapkan 3 konsep strategi yang bertujuan untuk mengalihkan perhatian Jepang, yaitu dengan konsep[1] :
a)         Mac Arthur Line        : Adalah garis dari kepulauan Solomon ke Filipina menuju ke Jepang.
b)         The Northern Line    : Adalah garis dari Kanada ke Kepulauan Aleutian menuju Kepulauan Kurillen Jepang.
c)         The Central Line      : Adalah garis langsung dari Pantai Barat Amerika melalui Samudera Pasifik ke Jepang.
2)         Sejak bulan September sampai dengan awal Oktober 1944 pesawat tempur dari Armada ke-3 Amerika dibawah pimpinan Admiral WF. Halsey  telah mampu mengahancurkan kekuatan udara dan laut Jepang di Formosa, Okinawa dan Filipina. Hal ini yang melandasi keputusan bahwa operasi amfibi dapat digelar di Leyte, karena karakteristik pantai memiliki gradien yang memenuhi syarat untuk dilaksanakannya operasi amfibi.
3)         Dalam rangka mempersiapkan dan melaksanakan Operasi Amfibi di Leyte, Jenderal Mac Arthur mengorganisasi pasukannya menjadi[2] :
a)         Sebagai pasukan pendarat adalah : Amphibious Task Force ke-3 dan Amphibious Task Force ke-7, yang terdiri dari 250.000 tentara.
b)         Sebagai Pendukung adalah Armada ke-7 USN (The 7Th Fleet) dibawah pimpinan Laksda Kinkait, terdiri dari 3 Task Group.
c)         Sebagai Pelindung adalah Armada ke-3 USN (The 3Th Fleet) dibawah pimpinan Laksda Halsey, terdiri dari kapal-kapal combatan yang telah tua, 20 kapal destroyer, kapal induk ringan, kapal MTB dan Kapal unit bantuan transport.
                                    4)         Penentuan waktu dan tempat pendaratan, yaitu waktu pendaratan direncanakan antara tanggal 20 s/d 30 Oktober 1944, ini didasarkan pada data intelijen yang diperoleh tentang hidro oceanografi, terbit tenggelam matahari dan  situasi perkembangan musuh, saat itu paling tepat untuk dilaksankannya pendaratan.
5)         Mengantisipasi rencana pendaratan Amerika di Teluk Leyte tersebut, Jepang menyiapkan operasi Sho-Go dengan membagi 3 Armada menjadi :
a)         Northern Forces dibawah pimpinan Laksda Ozawa yang bertugas menuju Filipina Utara guna memancing Armada ke-3 Amerika agar meninggalkan daerah perairan Filipina, sehingga tidak bisa memberikan perlindungan terhadap ATF- 3 dan 7 yang akan mendarat.
b)         The Central Force dibawah Laksda Kurita dari Singapore akan menuju ke Filipina Utara melalui laut Sibujan dan selat Bernardino menuju ke Utara Leyte.
c)         Southern Force dibawah Laksda Nishimura dan Shima, bertugas untuk memasuki Filipina Selatan dengan melalui Selat Surigao menuju ke Teluk Leyte.  
    
b.            Tahap Pelaksanaan.
1)       Tanggal 17 Oktober 1944 , diawali dengan operasi penyapuan ranjau oleh satuan Ranger ke-6 terhadap pulau-pulau kecil di Teluk Leyte. Akibat adanya badai di sekitar wilayah tersebut operasi sempat tertunda, namun pada pukul 12.30 Pulau Suluan dan Dinagat dapat dikuasai. Sempat terjadi pertempuran kecil dengan kelompok tentara Jepang yang bertahan, namun dalam waktu singkat dihancurkan, termasuk fasilitas pemancar radio milik Jepang. Keberadaan satuan Ranger ini adalah sebagi pemandu / guide saat pendaratan amfibi nantinya.
2)       Tanggal 18 Oktober 1944, Pulau Homonhon juga dapat dikuasai oleh Pasukan Amerika tanpa ada perlawanan yang berarti dari pihak Jepang.
3)       Tanggal 20 Oktober 1944, pagi hari gelombang pertama pasukan pendarat dari Pasukan Darat ke-6 dibawah pimpinan Letjen Walter Krueger mendarat di pantai antara Bandara Tacloban sampai dengan Palo River dengan kekuatan pasukan darat sekitar 202.500 orang ditambah sekitar 3.000 gerelyawan Filipina yang dipimpin oleh Letkol Ruperto Kangleon yang telah siap di daratan Leyte. Corps X mendarat 4 mil (6,5 km) dari Tacloban, disusul pendaratan Corps Unit XXIV berjarak 3 mil (5 km)[3]. Pada pendaratan ini, Amerika tidak banyak menemui rintangan, karena sebanyak 10.500 prajurit Jepang dari Divisi ke-16 berikut pasukan lain berjumlah 11.000 prajurit telah mundur ke pedalaman untuk menghindari pemboman pantai saat awal pendaratan.[4]
4)       Tanggal 20 Oktober 1944,  Jam 13.30 secara terbatas Leyte sudah dapat dikuasai. Jenderal Mac Arthur mendarat dan mengumumkan kepada rakyat Filipina : “Rakyat Filipina, saya telah kembali, Berkat Rahmat Tuhan pasukan kami berdiri lagi di bumi Filipina. Inilah saat pembebasan kalian. Patriot kalian telah menunjukkan kesetian yang mantap dan tidak terguncangkan terhadap asas-asas kemerdekaan. Ikutilah saya, kita nyalakan terus semangat Bataan dan Coregidorn yang tak terpatahkan. Bertempurlah demi generasi penerus, demi almarhum yang kalian junjung, bertempurlah dan hendaknya setiap tangan berkekuatan baja.  
5)       Tanggal 21 Oktober 1944, tepat tengah malam, 132.000 orang dan 200.000 Ton peralatan didaratkan di pelabuhan Tacloban dan lapangan udara Dulag. Pada saat itu pula Kapal induk pengawal dari Armada ke-7 yang didalamnya terdapat pula pesawat-pesawat tempur, ditarik dari perairan Filipina karena adanya kerusakan akibat pertempuran di Leyte. Sedangkan Pesawat-pesawat dari Armada ke-3 masih disibukkan menyerang iring-iringan Jepang dan membombardir pangkalan Jepang di Luzon.
6)       Tanggal 22 Oktober 1944, Mengetahui tidak adanya cover udara oleh Amerika di Leyte, pangkalan udara di Tacloban diserbu oleh kekuatan udara Jepang, yang mengakibatkan 27 pesawat Amerika hancur.
7)       Tanggal 28 Oktober 1944, terjadi pertempuran yang sangat besar antara pasukan dari Korps X yang dipimpin oleh Mayjen Franklin Sibert dengan Jepang yang berkekuatan sekitar 45.000 orang dibawah pimpinan Jenderal Makino di wilayah Carigara.
8)       Tanggal 1 November 1944, Mayor Chuji Kaneko yang membawa pesan dari Ormoc kepada para Komandan pasukan di wilayah Carigara untuk tetap bertahan dan meningkatkan perlawanan, karena pasukan bantuan akan datang.
9)       Tanggal 24 November 1944, Amerika membombardir wilayah Carigara dengan tembakan Arteleri beratnya, dilanjutkan dengan pembersihan oleh Divisi ke-24. Namun ternyata tidak ditemukan korban dari pihak musuh, hanya rumah-rumah kosong yang berantakan dihantam tembakan.
10)     Pada minggu kedua bulan November, Resimen ke-21 Divisi ke-24 Amerika mendekati puncak tengah Bukit Bahaya Maut di Ormoc dengan iringan tank.
11)     Tanggal 16 November 1944, Prajurit Divisi ke-24 yang telah menderita banyak pukulan digantikan oleh Divisi ke-32 di Bukit Bahaya Maut dan pasukan segar itu dapat mengalahkan prajurit Je­pang dalam pertempuran sengit selama seminggu. Dalam pertern­puran selama sebulan lebih di pegunungan dan bukit di sekitarnya, Divisi ke-24 dan ke-32 menderita korban sekitar 1.500 orang tewas, dan Jepang 5.250 tentara jepang tewas.
12)     Tanggal 30 November 1944, Jenderal Mac Arthur meng­akui bahwa ia tidak memiliki dukungan udara yang memadai untuk menyerbu Mindoro sesuai jadwal dan dengan berat hati ia setuju untuk menunda operasi tersebut selama 10 hari.
13)     Tanggal 7 Desember 1944, pendaratan Divisi ke-77 di bawah pimpinan Mayjen Andrew D. Bruce.
14)     Tanggal 8 Desember 1944, 56 pesawat pemburu P-47 dari Tacloban, bersama dengan satu regu penerbang Marinir yang baru tiba, membom dan menembaki iring-iringan Jepang dan menenggelamkan sebagian besar kapalnya, sementara kira-kira 50 pesawat jepang menyerbu iring-iringan Amerika. Walau mendapat perlin­dungan dari dua skuadron pemburu P-38, dua kapal perusak Ameri­ka lenyap karena serbuan Kamikaze, dan beberapa kapal rusak he­bat. Tetapi kira-kira dua pertiga pesawat Jepang hancur, termasuk hampir semua pembom yang ditinggalkan Jepang di Filipina.
                            


 Gambar 1. Invasion of Leyte

c.            Tahap Pengakhiran.          Tepat tanggal 25 Desember 1944, Jenderal Mac Arthur mengumumkan akhir dari serbuan ke Leyte, yang mana Leyte telah dapat dikuasai sepenuhnya, komando dan pengendalian telah dapat berjalan .
Dari tahap-tahap pelaksanaan pertempuran di teluk Leyte maka disusun analisa kejadian berdasarkan strategi yang digunakan, yaitu:
a.         Analisis Kejadian untuk Pihak Amerika Serikat.
1)         Grand Strategi.         Mengisolasi Jepang dari negara-negara yang sebelumnya diduduki dalam perang dengan tujuan mencegah industri dan pasukan Jepang dari mendapatkan minyak dan perlengkapan lain yang diperlukan untuk melaksanakan perang.
2)         Strategi Militer.
a)         Strategi Dirgantara.
(1)       Tujuan.   Menguasai wilayah Philipina dan mencegah pendudukan Jepang di Philipina.
(2)       Cara.     Melaksanakan operasi udara dan perlindungan udara bagi Amerika selama pelaksanaan operasi di Teluk Leyte.
(3)       Sarana dan Prasarana.      Sarana dan prasarana yang dimiliki oleh Amerika untuk mendukung strategi dirgantara dalam perang Telluk Leyte kurang lebih berjumlah 1500 pesawat berbagai jenis[5].
            b)        Strategi Maritim.
(1)       Tujuan.    Mendaratkan pasukan dan menguasai wilayah Philipina serta mencegah pendudukan Jepang di Philipina.
(2)       Cara.       Mengerahkan armada laut Amerika Serikat dan bantuan dari Armada Laut Australia di perairan sekitar Teluk Leyte.
(3)       Sarana dan Prasarana.      Sarana dan prasarana yang dimiliki oleh Sekutu untuk mendukung strategi maritim dalam perang Teuk Leyte antara lain meliputi: 8 fleet carriers, 8 light carriers, 18 escort carriers, 12 battleships, 24 cruisers, 141 destroyers and destroyer escorts.
c)         Strategi Kontinental.

(1)       Tujuan.    Menguasai wilayah Philipina dan mencegah pendudukan Jepang di Philipina.
(2)       Cara.         Melaksanakan penyerbuan dengan pasukan darat dan kesenjataannya dalam jumlah yang cukup besar
(3)       Sarana dan Prasarana.      Pasukan darat dan kesenjataan tempur yang mendukung.
b.         Analisis Kejadian untuk Pihak Jepang.
1)         Grand Strategi.        Merebut Pulau Leyte dan menguasai Philipina sebagai jalur pasokan minyak.
2)         Strategi Militer.
a)         Strategi Dirgantara.
(1)       Tujuan.   Melaksanakan pengendalian udara dan penghancuran kekuatan udara lawan (Sekutu).
(2)       Cara.        Menghancurkan kekuatan udara dan kekuatan laut Amerika di Teluk Leyte.
(3)       Sarana dan Prasarana.      Sarana dan prasarana yang dimiliki oleh Jepang untuk mendukung strategi dirgantara dalam perang Teluk Leyte meliputi: pesawat pembom, pesawat pemburu dan pesawat kamikaze.
            b)        Strategi Maritim.
(1)       Tujuan.    Melaksanakan pengendalian laut dan Penghancuran kekuatan laut lawan (Sekutu).
(2)       Cara.       Menghancurkan invasi armada Amerika dan mengisolasi pasukan darat Sekutu di Leyte.
(3)       Sarana dan Prasarana.      Sarana dan prasarana yang dimiliki oleh Sekutu untuk mendukung strategi maritim dalam perang Teluk Leyte meliputi: 1 fleet carrier, 3 light carriers, 9 battleships, 14 heavy cruisers, 6 light cruisers,  35+ destroyers.
c)         Strategi Kontinental.
(1)       Tujuan.    Merebut dan mempertahankan Philipina.
(2)       Cara.       Menyerang kekuatan Amerika di Filipina.
(3)       Sarana dan Prasarana.      Sarana dan prasarana yang dimiliki oleh Jepang untuk mendukung strategi kontinental dalam perang Teluk Leyte adalah kekuatan pasukan darat dengan persenjataannya.

4.         Hal-hal Positif dan Negatif.
a.         Pihak Amerika Serikat (Sekutu).
1)         Hal-hal Positif.
a)            Taktik serta rencana yang dilaksanakan berhasil dengan baik.
b)            Proses perencanaan operasi dilakukan dengan baik sehingga pelaksanaan operasi di teluk Leyte berjalan sesuai yang di harapkan.
c)            Adanya komando tunggal dalam pengendalian operasi.
d)            Kemampuan intelijen dan komunikasi yang handal dengan minimnya tingkat kebocoran informasi ke pihak musuh.
e)            Memiliki keunggulan laut dan keunggulan udara.
f)              Adanya koordinasi yang sinergi antara unsur-unsur kekuatan udara, kapal dan pasukan pendarat.
2)         Hal-hal Negatif.
a)         Adanya rivalitas yang kurang positif antara Jenderal Mac Arthur dan Laksamana Nimitz.
b)         Masih bocornya rencana operasi ke Leyte oleh Jepang, walaupun Jepang tidak bisa mengetahui secara pasti dimana pantai pendaratannya dan kapan mendaratnya.
b.         Pihak Jepang.
1)         Hal-hal Positif.
a)            Mengetahui terlebih dahulu rencana penyerbuan / operasi amfibi ke Leyte.
b)            Jepang sebagai Negara yang menguasai wilayah tersebut sangat mengenal mandala operasinya.
2)         Hal-hal Negatif.
a)         Kemampuan intelijen Jepang untuk menganalisa kapan pelaksanaan operasi amfibi dan dimana akan mendarat kurang akurat, terbukti dengan pemusatan pasukan yang ada di pantai barat, sementara Amerika mendarat di Pantai Timur.
b)         Lemahnya sistem komunikasi Jepang.
c)         Lemahnya komando dan pengendalian oleh Jepang di lapangan.
d)         Kurangnya dukungan rakyat Filipina.

5.         Hal-hal yang Bermanfaat.                  Beberapa hal yang dapat diambil manfaatnya dari Studi Kasus Strategi Amerika Serikat dan Jepang dalam perang Leyte 1944  adalah:
a.         Aspek Edukatif. 
1)         Perencanaan yang baik hendaknya didukung dengan data intelijen yang akurat, sistem kodal dan komunikasi yang handal akan dapat menentukan keberhasian suatu operasi. Dengan memegang teguh prinsip-prinsip pertempuran yang dilandasi dengan loyalitas terhadap pimpinan, maka tujuan yang diharapkan akan tercapai.
2)            Latihan secara bertingkat dan berlanjut sangat di perlukan untuk mengkoordinasikan semua unsur kekuatan dalam satu kesatuan komando.
3)         Pelaksanakan Tactical Floor Game (TFG) sangat dibutuhkan, sehingga akan menambah kemampuan dalam mengembangkan taktik dan strategi untuk menghadapi situasi yang berkembang.
b.         Aspek Instruktif.
1)         Pengorganisasian dan pembagian tugas yang jelas oleh Panglima Komando dapat memberikan keyakinan kepada semua unsur pelaksana untuk melaksanakan tugas sesuai dengan tugas pokok yang diberikan.
2)         Dalam menjamin keberhasian suatu operasi, komando dan pengendalian memegang peranan yang sangat penting dan menentukan 
c.         Aspek Inspiratif .
1)         Berdasarkan letak geografis Indonesia sebagai negara kepulauan    memiliki implikasi terhadap sulitnya pengamanan wilayah yurisdiksi nasional, namun   kendala tersebut harus mampu dimanfaatkan menjadi peluang,dan dijadikan sebagai potensi penangkalan terhadap ancaman yang akan mengganggu kedaulatan Indonesia dengan pengembangan pangkalan-pangkalan Angkatan Laut di daerah yang berbatasan dengan Negara lain serta di daerah rawan konflik
2)         Data intelejen serta pelaksanaan operasi aju mutlak dibutuhkan untuk mendapatkan data secara akurat tentang cuaca, medan dan musuh.
 3)        Kalkulasi tempur yang baik sangat diperlukan sesuai data intelijen yang di peroleh agar pengerahan kekuatan dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan kekuatan kita mengungguli kekuatan lawan.
6.         Penutup.         
a.         Kesimpulan
Keberhasilan suatu operasi akan di capai secara maksimal apabila di rencanakan dengan matang serta dukungan dari data intelijen. Penentuan keberhasilan di mandala operasi akan di peroleh apabila kemampuan sarana dan prasarana berupa personel dan kesenjataannya dalam kondisi siap operasi serta kemampuan komando dan pengendalian juga sangat menentukan untuk menghasilkan kemenangan.




[1] Sejarah Perang Laut, NP.5005, Jakarta 1983, hal.103.
[2] Ibid,  hal.104-105.
[3]  Teknologi dan Strategi Militer 2, Rivalitas Nimitz dan MacArthur, 1997, hal.101.
[4]  Teknologi dan Strategi Militer, Perang Memperebutkan Leyte, Tahun 2000, hal.79.
[5] http://militaryhistory.about.com/ diakses pada tanggal 17April 2016 pukul 20.15