DAMAILAH NEGERIKU........ SEJAHTERALAH BANGSAKU........ JAYALAH INDONESIAKU

Jumat, 22 Agustus 2014

Makna Huruf Jawa


Ha ==>Hana hurip wening suci (adanya hidup adalah kehendak dari yang Maha Suci) 
Na ==>Nur candra,gaib candra,warsitaning candara (pengharapan manusia hanya selalu ke
sinar Illahi)
Ca ==>Cipta wening, cipta mandulu, cipta dadi (satu arah dan tujuan pada Yang Maha
Tunggal)
Ra ==>Rasaingsun handulusih (rasa cinta sejati muncul dari cinta kasih nurani)
Ka ==>Karsaningsun memayuhayuning bawana (hasrat diarahkan untuk kesajetraan alam)
Da ==>Dumadining dzat kang tanpa winangenan (menerima hidup apa adanya)
Ta ==>Tatas, tutus, titis, titi lan wibawa (mendasar, totalitas,satu visi, ketelitian dalam
memandang hidup)
Sa ==>Sifat ingsun handulu sifatullah (membentuk kasih sayang seperti kasih Tuhan)
Wa ==>Wujud hana tan kena kinira (ilmu manusia hanya terbatas namun implikasinya bisa
tanpa batas)
La ==>Lir handaya paseban jati (mengalirkan hidup semata pada tuntunan Illahi)
Pa ==>Papan kang tanpa kiblat (Hakekat Allah yang ada disegala arah)
Dha==>Dhuwur wekasane endek wiwitane (Untuk bisa diatas tentu dimulai dari dasar)
Ja ==>Jumbuhing kawula lan Gusti (selalu berusaha menyatu -memahami kehendak Nya)
Ya ==>Yakin marang samubarang tumindak kang dumadi (yakin atas titah /kodrat Illahi)
Nya==>Nyata tanpa mata, ngerti tanpa diuruki (memahami kodrat kehidupan)
Ma ==>Madep mantep manembah mring Ilahi (yakin dan mantap dalam menyembah Ilahi)
Ga ==>Guru sejati sing muruki (belajar pada guru nurani)
Ba ==>Bayu sejati kang andalani (menyelaraskan diri pada gerak alam)
Tha==>Tukul saka niat (sesuatu harus dimulai tumbuh dari niatan)
Nga==>Ngracut busananing manungso (melepaskan egoisme pribadi manusia)

Filsafat Ha-Na-Ca-Ra-Ka Paku Buwana IX Filsafat ha-na-ca-ka-ra yang diungkapan Paku Buwana IX dikutip oleh Yasadipura sebagai bahan sarasehan yang diselenggarakan Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta pada tanggal, 13 Juli 1992. Judul makalah yang dibawakan Yasadipura adalah ” Basa Jawi Hing Tembe Wingking Sarta Haksara Jawi kang Mawa Tuntunan Panggalih Dalem Hingkang Sinuhun Paku Buwana IX Hing Karaton Surakarta Hadiningrat “. Dalam makalah itu dikemukakan oleh Yasadipura ( 1992 : 9 - 10 ) bahwa Paku Buwana IX memberikan ajaran ( filsafat hidup ) berdasarkan aksara ha-na-ca-ra-ka dan seterusnya,
 yang dimulai dengan tembang kinanthi, sebagai berikut:
Nora kurang wulang wuruk
Tumrape wong tanah Jawi
Laku-lakune ngagesang
Lamun gelem anglakoni
Tegese aksara Jawa
Iku guru kang sejati
yang kalo dalam bahasa indonesia berarti
tak kurang piwulang dan ajaran
bagi orang tanah Jawa
perilaku dalam kehidupan
jika mau menjalaninya
maknanya aksara Jawa
itu guru yang sejati


Ajaran filsafat hidup berdasarkan aksara Jawa itu sebagai berikut :
Ha-Na-Ca-Ra-Ka berarti ada ” utusan ” yakni utusan hidup, berupa nafas yang berkewajiban menyatukan jiwa dengan jasat manusia. Maksudnya ada yang mempercayakan, ada yang dipercaya dan ada yang dipercaya untuk bekerja. 
Ketiga unsur itu adalah Tuhan, manusia dan kewajiban manusia ( sebagai ciptaan )

Rabu, 25 Juni 2014

PERHITUNGAN GROUND PREASURE

Fisika sederhana. Dengan membagi berat diatas penampang yang lebih luas, maka akan didapatkan tekanan rata-rata yang lebih rendah.

Bayangkanlah diri anda sendiri yang bertelanjang kaki lalu turun ke sawah yang berlumpur dimana hanya dalam sekejap kaki anda akan tenggelam hingga ke betis. Tapi bila anda melemparkan sepotong papan dengan ukuran yang cukup besar keatas permukaan sawah tersebut agar anda bisa berdiri diatasnya, maka anda tidak akan terbenam. Ini karena berat anda disebarkan oleh permukaan papan triplek yang menyentuh permukaan sawah dan tidak langsung bertumpu pada kedua kaki sebagaimana yang akan terjadi pada contoh sebelumnya.

Hal yang sama berlaku untuk kendaraan-kendaraan berat yang menggunakan roda rantai maupun roda ban biasa. Luas permukaan tapak jejak yang menyentuh tanah dari sebuah kendaraan beroda rantai lebih luas dibanding bila kendaraan tersebut menggunakan roda ban biasa. Dengan kata lain, penggunaan roda rantai akan membuat kendaraan tersebut mampu bergerak bebas diatas kondisi lahan yang tidak akan mampu dilalui oleh kendaraan beroda ban.

Inilah yang dikenal dengan sebutan "Ground Pressure" atau tekanan permukaan dimana benda yang memiliki tekanan permukaan yang lebih kecil tidak akan amblas diatas permukaan tanah yang sama dibanding benda yang memiliki tekanan permukaan yang lebih besar.

Perhitungan yang disederhanakan berikut ini bisa memberikan ilustrasi yang lebih jelas, Sebagai contoh, dengan membandingkan MBT Leopard 2A6 yang berbobot 62.300 kg dengan salah satu mobil keluarga yang populer di Indonesia (Toyota Kijang) yang berbobot 1.650 kg.

Spesifikasi keduanya adalah sebagai berikut: 

Leopard 2A6
Berat total: 62,3 ton/62.300 kg
Lebar tapak jejak: 63,5 cm.
Panjang tapak jejak menyentuh tanah: 494,5 cm.
Jumlah tapak jejak: 2
(dikutip dari 
http://www.army-guide.com/eng/product149.html, dimana disitu disebutkan bobot 55.150 kg sebagai bobotnya (versi Leopard 2 awal) sementara bobot versi 2A6 disebutkan sekitar 62,3 ton di artikel mengenai Leopard 2 di Wikipedia)

Toyota Kijang
Berat total: 1.650 kg
Lebar permukaan ban: 13,3 cm.
Panjang permukaan ban menyentuh tanah: 13.3 cm.
Jumlah ban: 4
(diambil dari spesifikasi ban standar 205/65 R15 yang kemudian dikonversi menggunakan online converter di: 
http://www.miata.net/garage/tirecalc.html, sedangkan panjang permukaan menyentuh tanah dari satu ban Toyota Kijang adalah asumsi rata-rata untuk menyederhanakan perhitungan yang ditujukan sebagai ilustrasi)

Rumus yang digunakan adalah berat total dibagi luas permukaan menyentuh tanah, dan hasilnya dalam satuan kg/cm² dan pound per square inch (psi) adalah sebagai berikut:

Leopard 2A6 : 62.300 kg / (494,5 x 63,5) x 2 = 0.992014522 kg/cm² (14,1 psi)

Toyota Kijang : 1.650 kg / (13,3 x 13,3) x 4 = 2.331957714 kg/cm² (33,2 psi)

Kesimpulannya: Diatas lahan yang sama Toyota Kijang beresiko "amblas" jauh lebih besar bila dibandingkan dengan MBT Leopard 2A6.

Selanjutnya, dalam ilmu-ilmu yang terkait dengan kekuatan tanah untuk menahan beban, dikenal beberapa pembagian jenis-jenis tanah dan 
kekuatannya yang diukur dalam satuan psf (pound per square foot). Jenis-jenis tanah tersebut dibagi-bagi mulai tanah liat lembut dengan kekuatan 2000 psf, hingga tanah berbatu-batu yang memiliki nilai lebih dari 6000 psf. Dengan mengambil contoh tanah liat lembut sebagai salah satu jenis tanah yang terlemah, nilai 2000 psf bila dikonversikan ke dalam satuan-satuan lain sesuai dengan satuan nilai-nilai ground pressure dalam dua contoh diatas menjadi:

2000 psf = 0.97648552541 kg/cm² = 13,9 psi

Disini memang nilainya lebih kecil dari ground pressure tank Leopard 2 diatas, namun perbedaan 0,2 psi (atau 0.014 kg/cm²) bukanlah nilai yang signifikan yang akan menenggelamkan tank tersebut diatas permukaan tanah berjenis demikian. Ini karena meskipun roda rantainya sampai terbenam, bila permukaan dasar lambung (hull) tank tersebut sampai menyentuh tanah, hal ini malah akan lebih menyebarkan beratnya lagi yang akan mengurangi ground pressure secara keseluruhan. Lalu dengan mesin berkekuatan tinggi yang dimilikinya, bukanlah hal yang terlalu sulit untuk bergerak keluar dari keadaan itu dengan tenaganya sendiri.


*Dikutip dari berbagai sumber

Kamis, 13 Maret 2014

Candi Borobudur



Candi Borobudur merupakan monumen Buddha termegah dan kompleks stupa terbesar di dunia yang diakui oleh UNESCO. Bangunan Candi Borobudur secara keseluruhan menjadi galeri akan mahakarya para pemahat batu.

CANDI BOROBUDUR
Mahakarya Arsitektur Abad ke-9

Jauh sebelum Angkor Wat berdiri di Kamboja dan katedral-katedral agung ada di Eropa, Candi Borobudur telah berdiri dengan gagah di tanah Jawa. Bangunan yang disebut UNESCO sebagai monumen dan kompleks stupa termegah serta terbesar di dunia ini ramai dikunjungi oleh peziarah pada pertengahan abad ke-9 hingga awal abad ke-11. Umat Buddha yang ingin mendapatkan pencerahan berduyun-duyun datang dari India, Kamboja, Tibet, dan China. Tidak hanya megah dan besar, dinding Candi Borobudur dipenuhi pahatan 2672 panel relief yang jika disusun berjajar akan mencapai panjang 6 km! Hal ini dipuji sebagai ansambel relief Buddha terbesar dan terlengkap di dunia, tak tertandingi dalam nilai seni.
Relief yang terpahat di dinding candi terbagi menjadi 4 kisah utama yakni Karmawibangga, Lalita Wistara, Jataka dan Awadana, serta Gandawyuda. Selain mengisahkan tentang perjalanan hidup Sang Buddha dan ajaran-ajarannya, relief tersebut juga merekam kemajuan masyarakat Jawa pada masa itu. Bukti bahwa nenek moyang Bangsa Indonesia adalah pelaut yang ulung dan tangguh dapat dilihat pada 10 relief kapal yang ada. Salah satu relief kapal dijadikan model dalam membuat replika kapal yang digunakan untuk mengarungi The Cinnamon Route dari Jawa hingga benua Afrika. Saat ini replika kapal yang disebut sebagai Kapal Borobudur itu disimpan di Museum Kapal Samudraraksa.

            Untuk mengikuti alur jalinan kisah yang terpahat pada dinding candi, pengunjung harus berjalan mengitari candi searah jarum jam atau yang dikenal dengan istilah pradaksina. Masuk melalui pintu timur, berjalan searah jarum jam agar posisi candi selalu ada di sebelah kanan, hingga tiba di tangga timur dan melangkahkan kaki naik ke tingkat berikutnya. Hal ini dilakukan berulang-ulang hingga semua tingkat terlewati dan berada di puncak candi yang berbentuk stupa induk. Sesampainya di puncak, layangkanlah pandangan ke segala arah maka akan terlihat deretan Perbukitan Menoreh, Gunung Sindoro, Gunung Sumbing, Gunung Merapi, dan Gunung Merbabu yang berdiri tegak mengitari candi. Gunung dan perbukitan tersebut seolah-olah menjadi penjaga yang membentengi keberadaan Candi Borobudur.
Berdasarkan prasasti Kayumwungan yang bertanggal 26 Mei 824, Candi Borobudur dibangun oleh Raja Samaratungga antara abad ke-8 hingga abad ke-9, berbarengan dengan Candi Mendut dan Candi Pawon. Proses pembangunan berlangsung selama 75 tahun di bawah kepemimpinan arsitek Gunadarma. Meski belum mengenal komputer dan peralatan canggih lainnya, Gunadarma mampu menerapkan sistem interlock dalam pembangunan candi. Sebanyak 60.000 meter kubik batu andesit yang berjumlah 2.000.000 balok batu yang diusung dari Sungai Elo dan Progo dipahat dan dirangkai menjadi puzzle raksasa yang menutupi sebuah bukit kecil hingga terbentuk Candi Borobudur.

Borobudur tidak hanya memiliki nilai seni yang teramat tinggi, karya agung yang menjadi bukti peradaban manusia pada masa lalu ini juga sarat dengan nilai filosofis. Mengusung konsep mandala yang melambangkan kosmologi alam semesta dalam ajaran Buddha, bangunan megah ini dibagi menjadi tiga tingkatan, yakni dunia hasrat atau nafsu (Kamadhatu), dunia bentuk (Rupadhatu), dan dunia tanpa bentuk (Arupadhatu). Jika dilihat dari ketinggian, Candi Borobudur laksana ceplok teratai di atas bukit. Dinding-dinding candi yang berada di tingkatan Kamadatu dan Rupadatu sebagai kelopak bunga, sedangkan deretan stupa yang melingkar di tingkat Arupadatu menjadi benang sarinya. Stupa Induk melambangkan Sang Buddha, sehingga secara utuh Borobudur menggambarkan Buddha yang sedang duduk di atas kelopak bunga teratai.
Menikmati kemegahan Candi Borobudur tidak hanya cukup dengan berjalan menyusuri lorong dan naik ke tingkat teratas candi. Satu hal yang jangan dilewatkan adalah menyaksikan Borobudur Sunrise dan Borobudur Sunset dari atas candi. Siraman cahaya mentari pagi yang menerpa stupa dan arca Buddha membuat keagungan dan kemegahan candi lebih terasa. Sedangkan berdiri di puncak candi di kala senja bersama deretan stupa dan menyaksikan sinar matahari yang perlahan mulai lindap akan menciptakan perasaan tenang dan damai.
Sumber : yogyes.com


Jumat, 07 Februari 2014

IBU PERTIWI




Kulihat ibu pertiwi
Sedang bersusah hati
Air matamu berlinang
Mas intanmu terkenang
Hutan gunung sawah lautan
Simpanan kekayaan
Kini ibu sedang susah
Merintih dan berdoa

Kulihat ibu pertiwi
Kami datang berbakti
Lihatlah putra-putrimu
Menggembirakan ibu
Ibu kami tetap cinta
Putramu yang setia
Menjaga harta pusaka
Untuk nusa dan bangsa










(I see that my motherland is in sorrow
She sheds tears
Her gold and diamonds are drowning
Forest, mountains, rice fields, ocean are all treasure
Now mother is in pain
Groaning and praying

Look mother, we come to devote ourselves to you
Look at your children, that will delight you
Mother we are still and will always love you
Cause we are yaour faithful children
Guarding our heritage
For the land and Nation)
 

Selasa, 28 Januari 2014

Implementasi Filosofi Kehidupan Sunan Kalijaga dalam Berbangsa dan Bernegara



SALAH satu sosok figur yang terkenal dalam Walisongo di pulau Jawa adalah Sunan Kalijaga. Ketenaran Sunan Kalijaga ini dikarenakan beliau seorang ulama yang cerdas dan arif. Kecerdasan dan kearifan yang dimiliki membuat beliau mampu bersenyawa cepat dengan berbagai kalangan, khususnya masyarakat bawah, yang berdampak terhadap kelancaran proses penyebaran ajaran Agama Islam. Metode dakwah akomodatif berbasis kultur Sunan Kalijaga merupakan determinasi penyebaran agama Islam berlangsung efektif dan sukses, walaupun secara praktek dilakukan proses singkretisme pada aspek simbolnya, tetapi esensi ajarannya masih tetap ajaran Islam.
Proses inilah yang meluluhkan hati masyarakat untuk berpindah dari penganut Hindu menjadi pemeluk Islam. Metode ini lebih menghargai nilai-nilai luhur lokal masyarakat Jawa. Karenanya tidak heran jika penyebaran Islam yang dilakukan Sunan Kalijaga lebih diterima oleh masyarakat Jawa kuno dengan cara yang akomodatif, damai dan dengan kecerdasan pikiran serta perilaku yang arif dan wicaksana.
Sosok Sunan Kalijaga
Sunan Klijaga memiliki nama asli Raden Said, lahir pada tahun 1430-an M. Beliau merupakan putra Adipati Tuban Jawa Timur, Wilatikta atau Aria Teja IV. Sedangkan Aria Teja I sampai Aria Teja IV adalah keturunan dari Aria Adikara atau Patih Ranggalawe, salah satu Patih yang juga ikut mendirikan kerajaan Majapahit pada masa Raja Raden Wijaya.
Raden Said muda dikenal sebagai sosok yang gigih melakukan pembelaan terhadap rakyat miskin. Beliau berani menyuarakan kebenaran yang diyakininya. Pernah suatu ketika Raden Said tidak setuju dan membangkang terhadap kebijakan Ayahnya sebagai Adipati dimana puncak pembangkangannya dengan membongkar lumbung kadipaten. Padi-padi yang beliau dapat dibagi-bagikan kepada rakyat miskin Tuban yang saat itu dalam keadaan kelaparan akibat kemarau panjang.
Karena tindakannya itu, ayahnya mengadili Raden Said dan mengusirnya dari istana kadipaten. Raden Said baru diperbolehkan pulang jika sudah dapat menggetarkan seisi Tuban dengan bacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an. Maksudnya bila beliau sudah memiliki banyak ilmu agama dan dikenal luas masyarakat karena ilmunya, saat itulah beliau boleh pulang.
Raden Said kemudian menjadi perampok terkenal dan ditakuti di kawasan Jawa Timur dan sekitarnya. Raden Said hanya merampok orang-orang kaya raya yang tak pernah mau berzakat dan bersedekah. Hasil rampokannya tersebut kemudian dibagi-bagikan kepada orang miskin. Atas tindakannya itulah, Raden Said mendapat gelar ‘Lokajaya’ atau ‘Perampok Budiman’.
Semuanya berubah ketika Raden Said bertemu Syeikh Maulana Malik Ibrahim atau dikenal dengan sebutan Sunan Bonang yang menasihatinya bahwa perbuatan baik tidak dapat diawali dengan perbuatan buruk. Sesuatu yang benar (haq) tidak dapat dicampuradukkan dengan sesuatu yang zhalim (bathil). Akhirnya, Raden Said bertobat dan berhenti merampok.
Raden Said diperintahkan melakukan penyucian diri dengan bertapa di pinggir kali dengan syarat tidak boleh berhenti sampai Sunan Bonang selesai dan kembali dari perjalanannya. Dari sinilah nama Kalijaga diambil. Setelah Sunan Kalijaga menuntaskan pelajaran dan wejangan dari Sunan Bonang, akhirnya Raden Said diterima menjadi anggota Walisongo. Beliau kemudian menikah dengan Dewi Sarah, anak dari Kanjeng Sunan Ampeldenta.
Filosofi Kehidupan
Terdapat beberapa hal filosofi kehidupan Sunan Kalijaga yang perlu menjadi renungan kita bersama. Jika pesan-pesan falsafah hidup Sunan Kalijaga ini kita pegang dan praktekkan dalam kehidupan sehari-hari, Insya Allah, kita akan dapat selamat di dunia dan akhirat.
Isi filosofi kehidupan Sunan Kalijaga adalah: ”Lamun sira menek, aja menek andha, awit lamun sira menek andha –sira ancik-ancik untu lan tekan ndhuwur, sira ketemu alam suwung. Nanging lamun sira menek, meneka wit galinggang, sira bakal ngliwati tataran, lan ngrangkul (ngrungkepi) wit galinggang. Tekan ndhuwur sira – ketemu apa? Sira bakal ketemu woh, ya wohing galinggang.
Wohing galinggang wiwit saka ing jeroning mancung, ya kuwi manggar, sakwise kuwi dadi bluluk, terus cengkir, deghan, njur kerambil/kelapa. Perangan njaba, sira ketemu apa? Sira ketemu tepes, sing watake enteng. Perangan njero maneh, sira ketemu apa? Sira bakal ketemu batok (tempurung) sing watake atos (teguh dalam prinsip). Perangan njero maneh, sira ketemu apa? Sira bakal ketemu jatine wohing galinggang. Perangan njero maneh, sira ketemu apa? Sira bakal ketemu banyu ya banyu perwito sari. Ing sak jerone banyu, sira ketemu apa? Sira bakal ketemu rasa, ya jatining rasa (rasa rumangsa). Lamun sira menek maneh, sira ketemu apa? Sira bakal ketemu janur sing tegese jatining nur, ya nur muhammad
Makna untuk Kehidupan
Adapun yang dimaksud dengan Wit Galingga adalah Pohon Kelapa. Kenapa pohon kelapa yang dijadikan contoh? Karena Pohon Kelapa itu mulai dari akarnya yang paling bawah sampai ujung daunnya yang disebut janur semuanya bermanfaat. Pohon Kelapa juga sangat kokoh dan kuat tidak pernah roboh.
Kalau kita memanjat Pohon Kelapa maka kita akan medapatkan buahnya. Kita akan bertanggung jawab, tidak sombong, tidak mudah jatuh, kita ikuti tataran yang ada dalam batang kelapa itu, kita akan selalu terus ke atas, kita akan memanjat dengan hati-hati sampai ke atas.
Lantas apa itu Tataran yang dimaksud dalam falsafah hidup Sunan Kalijaga di atas? Tataran itu dapat dimaknai sebagai aturan-aturan yang berlaku. Kalau kita ingin selamat di dunia, maka kita harus mengikuti aturan-aturan atau peraturan- peraturan dunia yang berlaku. Kalau kita ingin selamat di akhirat, maka kita harus mengikuti aturan-aturan atau peraturan-peraturan akhirat yang berlaku. Kalau kita ingin selamat di dunia dan akhirat, kita harus mengikuti aturan-aturan atau peraturan-peraturan yang berlaku di dunia dan akherat.
Buah kelapa menggambarkan secara kronologis kehidupan manusia   dari mulai manggar diibaratkan janin, bluluk bermakna bayi, cengkir bermakna balita, deghan bermakna remaja, dan kerambil/kelapa bermakna dewasa. Falsafah ini memberi pencerahan makna hidup manusia yang harus dijalankan secara hati-hati, dari mulai janin sampai dewasa. Karena pada setiap tahapan tersebut bisa saja terjadi musibah dari yang kecil sampai meninggal dunia.  Untuk itu kehati-hatian ini harus dijabarkan dalam mempersiapkan diri pada hidup dan kehidupan di dunia.  Yaitu  selalu berpegang teguh pada aturan hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara agar selamat di dunia. Sejalan dengan itu juga  berpegang teguh pada aturan keagamaan berdasarkan Al Qur’an dan hadist agar selamat di akhirat nanti.  Kalau pegangan tersebut dilaksanakan secara konstisten dan konsekuen maka manusia tidak perlu gentar menghadapi takdir kematian kapan saja karena sudah siap untuk hidup dunia akhirat.
Dalam memanjat pohon kelapa, kita musti bekerja keras, hati-hati dan disiplin menelusuri tataran pohon kelapa untuk mencapai puncak hingga dapat menggapai buah pohon kelapa yang dapat diambil kemanfaatannya. Hal itu dapat kita petik hikmah bahwa dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, kita harus memiliki niat yang baik, bekerja keras, mematuhi peraturan-peraturan yang berlaku – baik peraturan-peraturan dunia maupun akherat – dan hati-hati untuk mewujudkan kesejahteraan, ketentraman, kedamaian, dan kemamkmuran kita, masyarakat dan bangsa.
Oleh karena itu, implementasi filosofi kehidupan Sunan Kalijaga sangat bermakna dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara menuju tercapainya kesejahteraan, ketentraman, kedamaian, dan kemakmuran rakyat dan bangsa Indonesia. Intisarinya adalah, kita sebagai bangsa harus memiliki niat yang baik, bekerja keras, mematuhi peraturan-peraturan yang berlaku – baik peraturan dunia maupun akherat – dan hati-hati (tidak ceroboh) dalam menjalankan kehidupan demi tercapainya esensi rahmatan lil ’alamiin, tujuan berbangsa dan bernegara, di bumi nusantara tercinta dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.



Oleh : Letjen TNI (Purn) H. Sudi Silalahi

Menteri Sekretaris Kabinet RI