1. Topik.
Studi
Kasus Strategi Amerika Serikat dan Jepang dalam Perang Leyte 1944
2. Latar
Belakang.
a. Umum.
1) Perang
Leyte (The Battle of Leyte Gulf) terjadi di sebelah Utara Pulau Mindanao
pada bulan Oktober
1944 merupakan pertempuran
antara kekuatan laut
dan udara Amerika yang melaksanakan operasi
pendaratan (Operasi Amfibi)
di Teluk Leyte melawan
kekuatan armada laut
Jepang yang berupaya mempertahankan wilayah
Philipina yang telah
dikuasai. Sandi operasi
Jepang untuk menggagalkan operasi
pendaratan Amerika di
Leyte adalah “Sho-go”( 捷1号作戦 Sho Ichigo sakusen atau Operasi Kemenangan).
Pertempuran tersebut terdiri dari empat pertempuran yang terpisah antara
pasukan yang berlawanan: Pertempuran Laut Sibuyan, Pertempuran Selat Surigao,
Pertempuran Tanjung Engaño dan Pertempuran Samar, serta aksi lainnya.
2) Jepang
menganggap Filipina sangat penting, sebab cukup kaya akan sumber daya
alam serta rute pendekat menuju ke Indonesia dan Malaysia
untuk mengeksploitasi minyak bumi dan
sumber alam lainnya guna memasok kebutuhan bagi
Jepang. Amerika dan sekutunya sangat
sadar bahwa untuk melemahkan kekuatan Jepang adalah dengan
memutus suplai kebutuhan logistiknya, terutama dari Indonesia. Caranya adalah
dengan menghancurkan kekuatan Jepang yang ada di Filipina.
3) Tujuan
utama Amerika dari
penyerbuan ke Filipina itu adalah untuk menguasai Lembah Leyte. Di sinilah
MacArthur bermaksud membangun kompleks pangkalan udara, gudang perbekalan dan
tempat untuk mempersiapkan pasukan, karena dari pangkalan ini, pesawat terbang
Amerika dapat menyerang pasukan Jepang di manapun serta dapat menjangkau pantai Taiwan serta Cina, bahkan mereka
akan sanggup pula memutuskan urat nadi Jepang ke Asia Tenggara. Harapan besar
ini terungkap pada petunjuk Mac Arthur kepada Jenderal Krueger, panglima
Angkatan Darat Keenam. Bahwa dalam lima hari setelah mendarat, Krueger harus
membangun pangkalan udara untuk dua kelompok pesawat pemburu, satu skuadron
pernburu malam, satu kelompok pembom menengah dan beberapa skuadron patroli
serta pengintai. Pada akhir bulan Oktober, Leyte diharapkan dapat menampung
tambahan satu skuadron pemburu, dua kelompok pembom ringan dan satu skuadron
penyelamat laut dan udara.
Pada awal Desember pembom berat dijadwalkan mulai bertugas dari pulau ini.
4) Invasi ke
Teluk Leyte merupakan puncak operasi amfibi terbesar yang pernah digelar oleh
Amerika di wilayah Pasifik. Dibawah pimpinan Jenderal Mac Arthur sebagai
Panglima Tinggi yang membawahi kesatuan Laut, Udara dan Darat yang diambil dari
kekuatan Armada ke tujuh di Pasifik dibawah pimpinan Laksamana Madya Thomas C.
Kinkaid. Dengan 701 Kapal, yang terdiri dari 157 kapal perang dan sisanya
adalah kapal angkut pasukan pendarat. Dengan menganalisa perang
Leyte yang dilaksanakan oleh Amerika tersebut, diharapkan akan
dapat diambil manfaatnya bagi TNI AL ditinjau dari aspek pengembangan strategi.
b. Kronologis Kejadian.
1) Pada
tanggal 20 Oktober 1944, Jenderal Douglas MacArthur mendarat di Pulau Leyte dan
dimulailah operasi di Leyte untuk membebaskan Filipina dari pendudukan Jepang.
2) Pada
tanggal 23 Oktober 1944, kapal selam AS menyergap Pusat Angkatan Bersenjata
Jepang di Passage Palawan.
3) Pada
tanggal 24 Oktober 1944, pesawat Jepang menyerang Armada Ketiga Amerika.
Setelah serangan itu selesai, AS kehilangan kapal induk ringan Princeton.
4) Pada
tanggal 24 Oktober
1944, terjadi pertempuran Laut Sibuyan. Kekaisaran Jepang akan kehilangan kapal
perang Musashi selama pertempuran.
5) Pada
tanggal 24-25 Oktober
1944, Pertempuran Selat Surigao. yang dimana kekuatan Angkatan Laut Amerika
mampu mengalahkan Southern Force Jepang.
6) Pada
tanggal 24-25 Oktober
1944, Northern Force Jepang termakan umpan
Admiral Halsey Task Force 38 North dan
meninggalkan Selat San Bernardino tidak terjaga.
7) Pada
tanggal 25 Oktober
1944, kekuatan cruiser Admiral Shima
gagal untuk mendukung Southern Force Jepang.
8) Pada
tanggal 25 Oktober
1944, terjadi pertempuran di Samar. Pesawat dan kapal Amerika mengalahkan Center Force Jepang dalam aksi udara dan
permukaan.
9) Pada
tanggal 25 Oktober
1944, terjadi pertempuran di Cape Engaño yang akan mengakibatkan Northern Force Jepang yang hancur
3. Analisis
Kejadian.
Analisa
dilakukan terhadap strategi yang dilakukan oleh Sekutu dalam hal ini Amerika di
teluk Leyte berdasarkan pada tahap-tahap penyelengaraan perang, yaitu:
a.
Tahap Persiapan.
1) Amerika
menerapkan 3 konsep strategi yang
bertujuan untuk mengalihkan perhatian Jepang, yaitu dengan konsep[1]
:
a) Mac Arthur Line : Adalah garis dari kepulauan Solomon ke Filipina menuju ke
Jepang.
b) The
Northern Line : Adalah garis dari
Kanada ke Kepulauan Aleutian menuju Kepulauan Kurillen Jepang.
c) The Central Line : Adalah garis langsung dari Pantai Barat Amerika melalui
Samudera Pasifik ke Jepang.
2) Sejak bulan September
sampai dengan awal Oktober 1944 pesawat tempur dari Armada ke-3 Amerika dibawah
pimpinan Admiral WF. Halsey telah mampu
mengahancurkan kekuatan udara dan laut Jepang di Formosa, Okinawa dan Filipina.
Hal ini yang melandasi keputusan bahwa operasi amfibi dapat digelar di Leyte,
karena karakteristik pantai memiliki gradien yang memenuhi syarat untuk dilaksanakannya operasi
amfibi.
3) Dalam rangka mempersiapkan dan melaksanakan Operasi Amfibi di
Leyte, Jenderal Mac Arthur mengorganisasi pasukannya menjadi[2]
:
a) Sebagai pasukan pendarat adalah : Amphibious Task Force ke-3 dan Amphibious Task Force ke-7, yang terdiri
dari 250.000 tentara.
b) Sebagai Pendukung adalah Armada ke-7
USN (The 7Th Fleet)
dibawah pimpinan Laksda Kinkait, terdiri dari 3 Task Group.
c) Sebagai Pelindung adalah Armada ke-3
USN (The 3Th Fleet)
dibawah pimpinan Laksda Halsey, terdiri dari kapal-kapal combatan yang telah tua, 20 kapal
destroyer, kapal induk ringan, kapal MTB dan Kapal unit bantuan transport.
4) Penentuan waktu dan tempat pendaratan, yaitu waktu pendaratan direncanakan
antara tanggal 20 s/d 30 Oktober 1944, ini didasarkan pada data intelijen yang
diperoleh tentang hidro oceanografi, terbit tenggelam matahari dan situasi perkembangan musuh, saat itu paling tepat untuk dilaksankannya pendaratan.
5) Mengantisipasi rencana pendaratan Amerika di Teluk Leyte
tersebut, Jepang menyiapkan operasi Sho-Go
dengan membagi 3 Armada menjadi :
a) Northern
Forces dibawah pimpinan Laksda Ozawa yang bertugas menuju Filipina Utara
guna memancing Armada ke-3 Amerika agar meninggalkan daerah perairan Filipina,
sehingga tidak bisa memberikan perlindungan terhadap ATF- 3 dan 7 yang akan
mendarat.
b) The
Central Force dibawah Laksda Kurita dari Singapore akan menuju ke Filipina
Utara melalui laut Sibujan dan selat Bernardino menuju ke Utara Leyte.
c) Southern Force dibawah Laksda Nishimura
dan Shima, bertugas untuk memasuki Filipina Selatan dengan melalui Selat Surigao
menuju ke Teluk Leyte.
b.
Tahap Pelaksanaan.
1) Tanggal
17 Oktober 1944 , diawali dengan operasi penyapuan ranjau oleh satuan Ranger ke-6
terhadap pulau-pulau kecil di Teluk Leyte. Akibat
adanya badai di sekitar wilayah tersebut operasi sempat tertunda, namun pada pukul 12.30 Pulau Suluan dan Dinagat
dapat dikuasai. Sempat terjadi pertempuran kecil dengan kelompok tentara Jepang
yang bertahan, namun dalam waktu singkat dihancurkan, termasuk fasilitas
pemancar radio milik Jepang. Keberadaan satuan Ranger ini adalah sebagi
pemandu / guide saat pendaratan amfibi nantinya.
2) Tanggal
18 Oktober 1944, Pulau Homonhon juga dapat dikuasai oleh Pasukan Amerika tanpa
ada perlawanan yang berarti dari pihak Jepang.
3) Tanggal 20 Oktober 1944, pagi hari gelombang pertama pasukan
pendarat dari Pasukan Darat ke-6 dibawah pimpinan Letjen Walter Krueger
mendarat di pantai antara Bandara Tacloban sampai dengan Palo River dengan
kekuatan pasukan darat sekitar 202.500 orang ditambah sekitar 3.000 gerelyawan
Filipina yang dipimpin oleh Letkol Ruperto Kangleon yang telah siap di daratan
Leyte. Corps X mendarat 4 mil (6,5 km) dari Tacloban, disusul pendaratan Corps
Unit XXIV berjarak 3 mil (5 km)[3].
Pada pendaratan ini, Amerika tidak banyak menemui rintangan, karena sebanyak
10.500 prajurit Jepang dari Divisi ke-16 berikut pasukan lain berjumlah 11.000
prajurit telah mundur ke pedalaman untuk menghindari pemboman pantai saat awal
pendaratan.[4]
4) Tanggal 20 Oktober 1944,
Jam 13.30 secara terbatas Leyte sudah dapat dikuasai. Jenderal Mac
Arthur mendarat dan mengumumkan kepada rakyat Filipina : “Rakyat Filipina, saya
telah kembali, Berkat Rahmat Tuhan pasukan kami berdiri lagi di bumi Filipina.
Inilah saat pembebasan kalian. Patriot kalian telah menunjukkan kesetian yang
mantap dan tidak terguncangkan terhadap asas-asas kemerdekaan. Ikutilah saya,
kita nyalakan terus semangat Bataan
dan Coregidorn yang tak terpatahkan.
Bertempurlah demi generasi penerus, demi almarhum yang kalian junjung,
bertempurlah dan hendaknya setiap tangan berkekuatan baja”.
5) Tanggal 21 Oktober 1944, tepat tengah malam, 132.000 orang dan
200.000 Ton peralatan didaratkan di pelabuhan Tacloban dan lapangan udara
Dulag. Pada saat itu pula Kapal induk pengawal dari Armada ke-7 yang didalamnya
terdapat pula pesawat-pesawat tempur, ditarik dari perairan Filipina karena
adanya kerusakan akibat pertempuran di Leyte. Sedangkan Pesawat-pesawat dari
Armada ke-3 masih disibukkan menyerang iring-iringan Jepang dan membombardir
pangkalan Jepang di Luzon.
6) Tanggal 22 Oktober 1944, Mengetahui tidak adanya cover udara
oleh Amerika di Leyte, pangkalan udara di Tacloban diserbu oleh kekuatan udara
Jepang, yang mengakibatkan 27 pesawat Amerika hancur.
7) Tanggal 28 Oktober 1944, terjadi pertempuran yang sangat besar
antara pasukan dari Korps X yang dipimpin oleh Mayjen Franklin Sibert dengan
Jepang yang berkekuatan sekitar 45.000 orang dibawah pimpinan Jenderal Makino
di wilayah Carigara.
8) Tanggal 1 November 1944, Mayor Chuji Kaneko yang membawa pesan
dari Ormoc kepada para Komandan pasukan di wilayah Carigara untuk tetap
bertahan dan meningkatkan perlawanan, karena pasukan bantuan akan datang.
9) Tanggal 24 November 1944, Amerika membombardir wilayah
Carigara dengan tembakan Arteleri beratnya, dilanjutkan dengan pembersihan oleh
Divisi ke-24. Namun ternyata tidak ditemukan korban dari pihak musuh, hanya
rumah-rumah kosong yang berantakan dihantam tembakan.
10) Pada minggu kedua bulan November, Resimen ke-21 Divisi ke-24
Amerika mendekati puncak tengah Bukit Bahaya Maut di Ormoc dengan iringan tank.
11) Tanggal
16 November 1944, Prajurit Divisi ke-24 yang telah menderita banyak pukulan
digantikan oleh Divisi ke-32 di Bukit Bahaya Maut dan pasukan segar itu dapat
mengalahkan prajurit Jepang dalam pertempuran sengit selama seminggu. Dalam
perternpuran selama sebulan lebih di pegunungan dan bukit di sekitarnya,
Divisi ke-24 dan ke-32 menderita korban sekitar 1.500 orang tewas, dan Jepang
5.250 tentara jepang tewas.
12) Tanggal 30 November 1944, Jenderal Mac Arthur mengakui bahwa ia
tidak memiliki dukungan udara yang memadai untuk menyerbu Mindoro sesuai jadwal
dan dengan berat hati ia setuju untuk menunda operasi tersebut selama 10 hari.
13) Tanggal 7 Desember 1944, pendaratan Divisi ke-77 di bawah
pimpinan Mayjen Andrew D. Bruce.
14) Tanggal 8
Desember 1944, 56 pesawat pemburu P-47 dari Tacloban, bersama dengan satu
regu penerbang Marinir yang baru tiba, membom dan menembaki
iring-iringan Jepang dan menenggelamkan sebagian besar kapalnya, sementara
kira-kira 50 pesawat jepang menyerbu iring-iringan Amerika. Walau mendapat
perlindungan dari dua skuadron pemburu P-38, dua kapal perusak Amerika lenyap
karena serbuan Kamikaze, dan beberapa kapal rusak hebat. Tetapi kira-kira dua
pertiga pesawat Jepang hancur, termasuk hampir semua pembom yang ditinggalkan
Jepang di Filipina.
Gambar 1. Invasion of Leyte
c.
Tahap Pengakhiran. Tepat tanggal 25 Desember 1944,
Jenderal Mac Arthur mengumumkan akhir dari serbuan ke Leyte, yang mana Leyte
telah dapat dikuasai sepenuhnya, komando dan pengendalian telah dapat berjalan
.
Dari
tahap-tahap pelaksanaan pertempuran di teluk Leyte maka disusun analisa
kejadian berdasarkan strategi yang digunakan, yaitu:
a. Analisis
Kejadian untuk Pihak Amerika Serikat.
1) Grand
Strategi.
Mengisolasi Jepang dari negara-negara yang
sebelumnya diduduki dalam perang dengan
tujuan mencegah industri dan pasukan Jepang dari mendapatkan
minyak dan perlengkapan lain yang diperlukan untuk melaksanakan perang.
2) Strategi Militer.
a) Strategi
Dirgantara.
(1) Tujuan. Menguasai wilayah Philipina dan mencegah
pendudukan Jepang di Philipina.
(2) Cara. Melaksanakan
operasi udara dan perlindungan udara bagi Amerika selama pelaksanaan operasi di
Teluk Leyte.
(3) Sarana dan
Prasarana. Sarana dan prasarana yang dimiliki oleh Amerika untuk mendukung
strategi dirgantara dalam perang Telluk Leyte kurang lebih berjumlah 1500
pesawat berbagai jenis[5].
b) Strategi
Maritim.
(1) Tujuan. Mendaratkan pasukan
dan menguasai wilayah Philipina serta mencegah pendudukan Jepang di Philipina.
(2) Cara.
Mengerahkan armada laut Amerika Serikat dan bantuan dari Armada Laut
Australia di perairan sekitar Teluk Leyte.
(3) Sarana dan
Prasarana. Sarana dan prasarana yang dimiliki oleh Sekutu untuk mendukung
strategi maritim dalam perang Teuk Leyte antara lain meliputi: 8 fleet carriers, 8 light carriers, 18 escort
carriers, 12 battleships, 24 cruisers, 141 destroyers and destroyer escorts.
c) Strategi
Kontinental.
(1) Tujuan. Menguasai wilayah Philipina dan mencegah
pendudukan Jepang di Philipina.
(2) Cara.
Melaksanakan penyerbuan dengan pasukan darat dan kesenjataannya dalam
jumlah yang cukup besar
(3) Sarana dan
Prasarana. Pasukan darat dan kesenjataan tempur yang mendukung.
b. Analisis
Kejadian untuk Pihak Jepang.
1) Grand
Strategi. Merebut Pulau Leyte dan menguasai Philipina sebagai jalur
pasokan minyak.
2) Strategi Militer.
a) Strategi
Dirgantara.
(1) Tujuan. Melaksanakan pengendalian udara dan penghancuran
kekuatan udara lawan (Sekutu).
(2) Cara. Menghancurkan
kekuatan udara dan kekuatan laut Amerika di Teluk Leyte.
(3) Sarana dan
Prasarana. Sarana dan prasarana yang dimiliki oleh Jepang untuk mendukung
strategi dirgantara dalam perang Teluk Leyte meliputi: pesawat pembom, pesawat
pemburu dan pesawat kamikaze.
b) Strategi
Maritim.
(1) Tujuan. Melaksanakan pengendalian laut dan Penghancuran
kekuatan laut lawan (Sekutu).
(2) Cara. Menghancurkan
invasi armada Amerika dan mengisolasi pasukan darat Sekutu di Leyte.
(3) Sarana dan
Prasarana. Sarana dan prasarana yang dimiliki oleh Sekutu untuk mendukung
strategi maritim dalam perang Teluk Leyte meliputi: 1 fleet carrier, 3 light
carriers, 9 battleships, 14 heavy cruisers, 6 light cruisers, 35+ destroyers.
c) Strategi
Kontinental.
(1) Tujuan. Merebut dan mempertahankan Philipina.
(2) Cara. Menyerang
kekuatan Amerika di Filipina.
(3) Sarana dan
Prasarana. Sarana dan prasarana yang dimiliki oleh Jepang untuk mendukung
strategi kontinental dalam perang Teluk Leyte adalah kekuatan pasukan darat
dengan persenjataannya.
4. Hal-hal
Positif dan Negatif.
a. Pihak
Amerika Serikat (Sekutu).
1) Hal-hal
Positif.
a)
Taktik serta
rencana yang dilaksanakan berhasil dengan baik.
b)
Proses
perencanaan operasi dilakukan dengan baik sehingga
pelaksanaan operasi di teluk Leyte berjalan sesuai yang di harapkan.
c)
Adanya komando tunggal
dalam pengendalian operasi.
d)
Kemampuan intelijen dan
komunikasi yang handal dengan minimnya tingkat kebocoran informasi ke pihak
musuh.
e)
Memiliki keunggulan laut dan
keunggulan udara.
f)
Adanya koordinasi yang sinergi antara
unsur-unsur kekuatan udara, kapal dan pasukan pendarat.
2) Hal-hal Negatif.
a) Adanya
rivalitas yang kurang positif antara Jenderal Mac Arthur dan Laksamana Nimitz.
b) Masih
bocornya rencana operasi ke Leyte oleh Jepang, walaupun Jepang tidak bisa
mengetahui secara pasti dimana pantai pendaratannya dan kapan mendaratnya.
b. Pihak
Jepang.
1) Hal-hal
Positif.
a)
Mengetahui terlebih
dahulu rencana penyerbuan / operasi amfibi ke Leyte.
b)
Jepang sebagai Negara yang
menguasai wilayah tersebut sangat mengenal mandala operasinya.
2) Hal-hal Negatif.
a) Kemampuan
intelijen Jepang untuk menganalisa kapan pelaksanaan operasi amfibi dan dimana
akan mendarat kurang akurat, terbukti dengan pemusatan pasukan yang ada di
pantai barat, sementara Amerika mendarat di Pantai Timur.
b) Lemahnya
sistem komunikasi Jepang.
c) Lemahnya
komando dan pengendalian
oleh Jepang di lapangan.
d) Kurangnya
dukungan rakyat Filipina.
5. Hal-hal
yang Bermanfaat. Beberapa hal yang dapat diambil manfaatnya dari
Studi Kasus Strategi Amerika Serikat dan Jepang dalam perang Leyte 1944 adalah:
a. Aspek Edukatif.
1) Perencanaan
yang baik hendaknya didukung
dengan data intelijen yang akurat, sistem kodal dan komunikasi yang handal akan
dapat menentukan keberhasian suatu operasi. Dengan memegang teguh
prinsip-prinsip pertempuran yang dilandasi dengan loyalitas terhadap pimpinan,
maka tujuan yang diharapkan akan tercapai.
2)
Latihan secara bertingkat dan berlanjut sangat
di perlukan untuk mengkoordinasikan semua unsur
kekuatan dalam satu kesatuan komando.
3) Pelaksanakan Tactical
Floor Game (TFG) sangat dibutuhkan, sehingga akan menambah kemampuan dalam mengembangkan
taktik dan strategi untuk menghadapi situasi yang berkembang.
b. Aspek Instruktif.
1) Pengorganisasian
dan pembagian tugas yang jelas oleh Panglima Komando dapat memberikan keyakinan
kepada semua unsur pelaksana untuk melaksanakan tugas sesuai dengan tugas pokok
yang diberikan.
2) Dalam
menjamin keberhasian suatu operasi, komando dan pengendalian memegang peranan yang sangat
penting dan
menentukan
c. Aspek Inspiratif .
1) Berdasarkan
letak geografis Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki implikasi terhadap sulitnya
pengamanan wilayah yurisdiksi nasional, namun kendala
tersebut harus mampu dimanfaatkan menjadi peluang,dan dijadikan sebagai potensi
penangkalan terhadap ancaman yang akan mengganggu kedaulatan Indonesia dengan pengembangan
pangkalan-pangkalan Angkatan Laut di daerah yang berbatasan dengan Negara lain
serta di daerah rawan konflik
2) Data
intelejen serta pelaksanaan operasi aju mutlak dibutuhkan untuk mendapatkan
data secara akurat tentang cuaca, medan dan musuh.
3) Kalkulasi tempur yang baik
sangat diperlukan sesuai data intelijen
yang di peroleh agar pengerahan kekuatan dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan
kekuatan kita mengungguli kekuatan lawan.
6. Penutup.
a. Kesimpulan
Keberhasilan suatu
operasi akan di capai secara maksimal apabila di rencanakan dengan matang serta
dukungan dari data intelijen. Penentuan keberhasilan di mandala operasi akan di
peroleh apabila kemampuan sarana dan prasarana berupa personel dan
kesenjataannya dalam kondisi siap operasi serta kemampuan komando dan
pengendalian juga sangat menentukan untuk menghasilkan kemenangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar