L’ESPRIT DE CORPS BUKAN CAUVIMISME CORPS diambil dari sebuah tulisan Mantan Prajurit Marinir
“ABDUL FATAH” pada HUT marinir ke 56, 15 November 2001 Jendral Harbord
mengatakan dalam THE AMERICAN ARMY IN FRANCE bahwa disiplin dan moral
mempengaruhi suara tak terucapkan yang selalu diberikan ketika tugas memanggil
(Williem A.Cohen dalam THE ART OF LEADER 1990). Disiplin dan moral menyangkut
masalah rohaniah dan terciptanya disiplin dan moral yang tinggi menuntut pula
terpeliharanya L’ESPRIT DE CORPS atau JIWA KORSA yang tinggi pula. Tidak mudah
membina jiwa korsa, lebih mudah membentuk CAUVINISME CORPS, agar korps tidak
terjerumus.
PENGERTIAN JIWA KORSA
Rapl Linton dalam bukunya (THE STUDY OF MAN) mengatakan bahwa L’ESPRIT DE
CORPS adalah THE DEVELOPMENT OF CONSIOUNESS, AFEELING OF UNITY. Jiwa
korsa adalah semangat keakraban dalam korps atau corps geest. Jiwa korsa adalah
kesadaran korps, perasaan kesatuan, perasaan kekitaan, suatu kecintaan terhadap
perhimpunan atau organisasi.
Sedangkan Staplekamps jr. Le luit derat dalam tulisan berjudul corps geest
(demilitaire spectator, 1952) mengemukakan bahwa pengertian jiwa korsa terdiri
dari faktor – faktor :
Rasa hormat, rasa hormat pribadi
dan rasa hormat pada organisasi/korps.
Setia. setia kepada sumpah, janji
dan tradisi kesatuan serta kawan – kawan satu korps.
Kesadaran. Terutama kesadaran
bersama, bangga untuk menjadi anggota korps.
TIDAK MEMENTINGKAN DIRI SENDIRI DAN SIAP BERKORBAN UNTUK KEPENTINGAN YANG
LEBIH BESAR.
mungkin jiwa korsa ini seperti konsep ashabiyah-nya ibnu khaldun (1332-1406)
dalam bukunya yang terkenal muqadimah yang diartikan sebagai rasa senasib
sepenanggunngan, perasaan solidaritas, semangat kesatuan (korps), kesadaran
kolektif dsb-nya.
Jiwa korsa yang kuat tidak mudah padam selama didalam korps. Di dalam jiwa
korsa terkandung di dalamnya loyalitas, merasa ikut memiliki, merasa
bertanggung jawab, ingin mengikuti pasang surut serta perkembangan korps-nya.
Seorang yang memiliki jiwa korsa tinggi pasti penuh inisiatif, tetapi tahu akan
kedudukan, wewenang dan tugas-tugasnya.
Jiwa korsa yang murni dan sejati akan menimbulkan sikap terbuka menerima saran
dan kritik, tidak membela kesalahan tetapi justru mengusahakan sesuatu pada
proporsi yang sebenarnya. Mau menegur atau memperbaiki sesama warga korps yang
berbuat tidak baik dan bukan menutupi kesalahanya, dan berani mawas diri. Dan
mengenai loyalitas perlu diartikan lebih luas disamping kepada korps, loyalitas
mengandung pengertian pula bahwa apa yang diperbuat harus memberikan manfaat
atau kebaikan dimanapun ia berada.
PERANAN JIWA KORSA
Jiwa korsa bukan hanya penting dikalangan militer saja, tetapi juga
diorganisasi manapun. Jiwa korsa yang baik akan menciptakan disiplin
ketertiban, moril dan motifasi, tentu saja juga akan meningkatkan ketrampilan
profesinya, karena merasa malu apabila tidak mampu. Seorang anggota korps yang
benar-benar memiliki jiwa korsa yang tinggi akan menunjukan penampilan yang
gagah (tidak loyo dan merendahkan semangat), berani dan segala tingkah lakunya
selalu terpuji, karena jiwa korsanya itu telah jadi stimulan untuk menjaga nama
baik korpsnya. “ SEORANG YANG INGIN MEMPEROLEH PENGERTIAN YANG MENDALAM
MENGENAI DASAR-DASAR ILMU MEDAN HARUS MENGERTI L’ESPRIT DE CORPS “ (VON
CLAUSEWITZ). Jiwa korsalah yang menimbulkan semangat, keberanian dan tekad
dlam menghadapi medan perang.
MEMBINA JIWA KORSA
Jiwa korsa dapat timbul dari dalam maupun dari luar kesatuan sendiri, namun
prosesnya perlu ditumbuhkan melalui pendidikan, kegiatan latihan, penyuluhan
dan efektifnya komunikasi. Pengembangan kesadaran korps pada dasarnya saha
menimbulkan kesatuan psikologis dan emosional yang memungkinkan timbulnya
reaksi emosional yang wajar dan membuat individu bersedia mengorbankan
kepentingan pribadinya demi kepentingan kolektif dan melakukan pekerjaan-pekerjaan
tanpa diawasi. Membina jiwa korsa hakekatnya membina feeling karena ada sisi
irasionalnya, tetapi perancangan rasional dan romantik. Kerasionalan tersebut
untuk mencegah agar tidak tergelincir kedalam iklim romantisme (contoh nazi
jerman dan fasis itali dsb.) jika membela dan menghormati dengan hikmat simbol
misalnya, sebenarnya perbuatan irasional, sebab jika dirasionalkan maka yang
dihormati hanya sepotong kain. Tetapi itu dilakukan sebagai sarana pembinaan
semangat. Sejarah gemilang korps, benda-benda bersejarah, riwayat anggota yang
mengesankan dan prestasi anggota dapat merupakan sarana pembina jiwa korsa.
Disamping itu peranan tradisi-tradisi korps, pembinaan disiplin,
penampilan-penampilan yang khas akan menumbuhkan jiwa korsa, sebaliknya terciptanya
jiwa korsa yang tinggi akan meningkatkan disiplin, pengabdian dan kerja keras.
Tidak boleh dilupakan pula lagu-lagu korps yang bersemangat dan
semboyan-semboyan serta motto korps. Yang perlu ditekankan adalah didalam
membangun jiwa korsa korps harus dijaga jangan sampai menuju chauvinisme. Jiwa
korsa tidak bersifat tertutup seperti orang-orang chauvinisme tang tidak mau
tahu sesuatu yang datang dari luar korpsnya. Orang-orang chauvinisme selalu
berprasangka bahwa yang lain itu jelek dan hanya merekalah yang baik,yang
jempolan, yang jagoan, sehingga tidak ada usaha mawas diri. Jika takabur,
sombong, yang demikian itu akan menjadi benih kehancuran.
Untuk membina dan memelihara moral tinggi dan semangat korps, ada tulisan dari
Dr. Willem A.cohen yang memesankan kepada atasanya:
“BERI KESEMPATAN ORANG LAIN BERPRESTASI,BERSIKAP RIANG GEMBIRA, KETAHUILAH
APA YANG TERJADI DAN AMBILAH TINDAKAN, BERIKAN TELADAN PRIBADI, PERTAHANKAN
INTEGRITAS PRIBADI, BINALAH SALING PERCAYA DAN PUSATKAN PERHATIAN PADA SUMBANGAN
BUKAN PEROLEHAN PRIBADI DAN DORONGLAH SETIAP ORANG BERBUAT SAMA“.
Jiwa korsa sangatlah penting dan perlu dipelihara, namun harus secara wajar,
dan tidak dalam arti sempit. Dalam jiwa korsa harus
diwaspadai bibit-bibit chauvinisme yang merupakan kecintaan atau solidaritas
yang tidak proporsional. Pedoman yang perlu dimainkan atara lain “BERIKAN
SEMUA YANG BISA KAU BERIKAN “ dan bukan “ DAPATKAN SEMUA YANG BISA KAU DAPAT “
Tidak ada komentar:
Posting Komentar