PENTINGNYA KESEPAHAMAN MARITIME
DOMAIN AWARENESS YANG BERLANDASKAN KEPENTINGAN NASIONAL BAGI SELURUH KOMPONEN
BANGSA SERTA IMPLEMENTASI DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL
Pembangunan maritim Indonesia sebenarnya
merupakan pengulangan sejarah dari kejayaan martim Nusantara yang terhenti
akibat visi pembangunan yang terlampau berpihak pada pembangunan kontinental.
Namun demikian, watak kemaritiman tersebut saat ini bisa dikembalikan dan
ditumbuhkan lagi, beberapa kalangan berkesimpulan agar dapat menjadi bangsa
yang kuat dan disegani dimata internasional maka Indonesia harus kembali
berwawasan maritim (maritime orientation) dan bukannya berorientasi daratan (
continental orientation). Tentu saja visi ini terkait langsung dengan kondisi
geografis Indonesia di mana 75% wilayahnya berupa lautan atau 5,8 juta
kilometer persegi, sedangkan daratannya sekitar 1,8 juta kilometer. Semenjak
Deklarasi Djuanda, Pemerintah Indonesia terus memperjuangkan konsepsi Wawasan
Nusantara di dalam setiap perundingan bilateral, trilateral, dan multilateral
dengan negara-negara di dunia ataupun di dalam setiap forum-forum
internasional. Setelah melalui perjuangan yang penjang, deklarasi ini pada tahun
1982 akhirnya dapat diterima dan ditetapkan dalam konvensi hukum laut PBB
ke-III Tahun 1982 (United Nations Convention On The Law of The Sea/UNCLOS
1982). Selanjutnya deklarasi ini dipertegas kembali dengan UU Nomor 17 Tahun
1985 tentang pengesahan UNCLOS 1982 bahwa Indonesia adalah negara kepulauan. Indonesia
yang merupakan Archipelago State adalah sebuah konsep negara kepulauan yang
tidak dapat dipisahkan dari konsep kekuatan dilaut. Pemakaian dan pengendalian
laut saat ini dan jauh sebelumnya merupakan faktor yang penting dalam
pembangunan negara kepulauan. Untuk itu, dalam rangka mewujudkan negara maritim
diperlukan landasan yang kuat yang didukung oleh beberapa komponen
potensi-potensi maritim yang saling terkait satu sama lain, diantaranya
Pelayaran Niaga, Perikanan, Industri Maritim/Perkapalan, Pengeboran Minyak
Lepas Pantai, Pariwisata Bahari dan sebagai penunjang Angkatan Laut. Selain itu
adanya industri maritim yang kuat dan mampu memproduksi kapal - kapal untuk
memenuhi kebutuhan armada yang diperlukan untuk mendukung keenam unsur
tersebut.
Paradigma pertahanan yang dibangun Indonesia
masih belum selaras dengan konsep negara maritim. Sebagai negara kepulauan
terbesar di dunia, Indonesia tidak cuma harus menjaga kedaulatan saja, tetapi
juga melindungi seluruh kekayaan alam yang dimilikinya.
Paradigma pertahanan negara maritim mengacu
pada geostrategis, geopolitik, membangun kekuatan pertahanan yang komprehensif
dan proporsional antara matra laut, udara dan darat. Orientasi pembangunan
bangsa harus berorientasi pembangunan sektor maritim, budaya maritim dalam
sebuah kebijakan yang konsisten, serta menyiapkan lahirnya UU Maritim sebagai
landasan hukum.
Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di
dunia belum mampu memanfaatkan potensi sumberdaya yang ada di laut. Untuk itu
diperlukan konsep strategi untuk membangunnya menjadi sebuah negara maritim
yang tangguh dan berdaulat.
Sebagai negara yang
luas perairannya jauh lebih besar daripada daratan, merupakan suatu keharusan
bagi Indonesia untuk membangun maritime
domain awareness. Maritime domain
awareness secara singkat dapat didefinisikan adalah pemahaman komprehensif
terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengan kesadaran berada dalam
lingkungan atau domain maritim serta pengaruhnya yang terkait dengan berbagai
permasalahan keamanan, keselamatan, ekonomi dan lingkungan suatu negara maritim.
Untuk membangun kemampuan demikian, dibutuhkan
dukungan politik dari pemerintah. Tanpa dukungan politik, maritime domain
awareness tidak akan terwujud. Sebab maritime domain awareness merupakan sebuah
sistem nasional yang melibatkan semua pemangku kepentingan maritim yang
terkait.
Salah satu prasyarat utama untuk membangun
maritime domain awareness adalah adanya strategi maritim. Suatu hal yang sangat
memalukan bahwa negeri dengan sebagian besar wilayahnya terdiri dari laut
justru tidak mempunyai strategi maritim. Hal itu antara lain karena laut selama
ini diabaikan oleh pemerintah alias pemerintah tidak memiliki preferensi
terhadap laut.
Dalam prakteknya, ada upaya dari beberapa
instansi yang memang domainnya di laut untuk mulai membangun kemampuan maritime
domain awareness. Khususnya oleh Angkatan Laut negeri ini dan Departemen
Perhubungan. Namun upaya ke arah tersebut kurang didukung oleh pemerintah,
antara lain dari aspek pendanaan.
Sebab untuk membangun maritime domain
awareness, bukan sekedar menyiapkan dana bagi pembangunan infrastruktur seperti
stasiun radar pengamatan pantai. Tetapi dibutuhkan pula dukungan berkelanjutan
dari aspek anggaran untuk mendukung aspek operasional. Kini masalah itu menjadi
salah satu kendala nyata di lapangan, meskipun di wilayah tertentu telah
berdiri serangkaian stasiun radar pengamatan pantai.
Menurut pakar hukum laut Indonesia, Prof. Dr. Hasyim Jalal menegaskan bahwa
saat ini Indonesia bukanlah negara maritim.
Indonesia hanyalah negara kepulauan yang bercita-cita ingin menjadi
negara maritim. Menurutnya negara maritim adalah negara yang mampu mengelola
sumber daya laut. Sedangkan negara
kepulauan adalah negara yang terdiri dari banyak pulau, adalah dua kondisi yang
sangat berbeda. Saat ini justru negara kontinental yang mampu menjadi penjuru. Padahal seharusnya Indonesia mampu
lebih menonjol karena merupakan negara yang memiliki wilayah laut cukup luas.
Sayangnya ada banyak hal yang tidak dipahami oleh bangsa Indonesia mengenai
wilayah kelautannya. Dalam teorinya, Mahan
menjelaskan pentingnya Kekuatan Maritim untuk mengembangkan kekuasaan suatu
negara maupun untuk menjamin kesejahteraan bangsanya. Maka untuk
mewujudkan Indonesia sebagai negara maritim[1], ada
beberapa elemen pokok yang harus menjadi acuan dan pemikiran serta implementasi
nyata dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
antara lain:
a. Maritime people, society and government
Sikap
mental masyarakat serta peran serta lembaga-lembaga pemerintah terhadap pentingnya kesadaran Maritime
Domain Awareness terhadap negara yang memilki 17.504 pulau untuk dapat
tetap dipersatukan dalam satu kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
berbasis kemaritiman.
Kesadaran akan strategisnya posisi geogafi yang dimiliki Indonesia baik
secara geopolitik maupun geoekonomi, hendaknya ruang darat, laut serta udara
diatasnya ditata berdasarkan aspek kemaritiman demi percepatan pembangunan
nasional serta pencapaian kesejahteraan masyarakat.
c. Resources
Pemanfaatan secara maksimal terhadap
potensi sumber daya alam hayati dan non hayati maritim Indonesia sangat besar
dan beragam. Cakupan teritorial yang luas dan posisi geografis lautan Indonesia
yang terletak di lintasan khatulistiwa, di antara dua samudra, menyediakan
kekayaan sumber daya alam sekaligus peran global sangat besar dengan seluruh
dimensi kemaritimannya sehingga menjadi penopang utama pembangunan ekonomi
nasional.
d. A maritime economy
Pembangunan perekonomian negara yang
selama ini berorientasi ke darat diharapkan secara gradual beralih haluan ke
ekonomi maritim. Peningkatan kegiatan berbagai sektor yang bergerak di industri
maritim, dukungan serta kebijakan ekonomi nasional yang memberi ruang untuk
tumbuh kembangnya ekonomi kelautan, hal tersebut akan mendorong terwujudnya
negara maritim yang kuat.
Terwujudnya Seapower sebagai suatu tujuan (ends) yang merupakan perpaduan maritime
capabilities secara militer dengan naval
operation-nya dan maritime
capabililities secara sipil dengan commercial
operation-nya akan mendorong penguatan keamanan maritim Indonesia.
f. Doctrine
Disamping kesiapan fisik yang
difokuskan pada flatform, persenjataan dan kemampuan sensor serta kemampuan
dukungan maupun penggunaan seapower
secara efektif maka yang tidak kalah pentingnya adalah adanya Doktrin Maritim yang mengajarkan kepada
segenap komponen maritim untuk menuju kesuksesan dalam pencapaian tujuan.
Keberadaannya juga mendorong kekuatan maritim menjadi lebih profesional, lebih
bermanfaat serta lebih efektif sehingga akan memberikan kontribusi positif bagi
percepatan pembangunan negara dengan kekuatan maritim.
Untuk membangun kekuatan maritim diperlukan
enam elemen pokok, yaitu:Geographical Position, Physical Confirmation, Extent
of Territory, Number of Population, Character of the People, dan Character of Government. Untuk itulah perlu
adanya kesepahaman dan koordinasi antar instansi yang domainnya di laut antara
lain: Departemen Luar Negeri,
Departemen Pertahanan, Departemen Kelautan dan Perikanan, Departemen
Perhubungan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, TNI Angkatan Laut, Direktorat
Jenderal Imigrasi, Kementerian BUMN, Bakorkamla, Polairud, Coast Guard, dll.
Character of Goverment sama dengan style of
goverment yaitu pemerintahan yang mana Ocean Policynya dapat mengembangkan
berbagai macam konsep untuk membangun budaya maritim dan kebijakannya dapat
diterapkan dalam tataran pelaksanaannya. Pemerintah hendaknya mengetahui bahwa
domain maritim yang didalamnya termasuk elemen lautan, laut, estuari, pulau,
litoral dan ruang udara diatasnya di jadikan potensi nasional yang luar biasa.
dimana outputnya dapat menumbuhkan MDA (Maritime Domain Awarenes). Semua itu
dapat terwujud apabila kita memilki pemimpin yang memilki Ocean Leadership yang
cerdas dan berwawasan global.
Dalam melaksanakan
pembangunan menuju Negara Maritim yang besar, kuat dan makmur tadi,
pertama-tama harus kita lihat apa fungsi laut bagi NKRI. Fungsi laut bisa
dibedakan dalam 2 hal: fungsai vital dan fungsi non vital.
Dikatakan vital
apabila fungsi tersebut tidak dilaksanakan, akan berpengaruh terhadap
eksistensi NKRI. Sedangkan fungsi non vital kalau tidak berjalanpun, tidak akan
mempengaruhi eksistensi atau pengembangan Negara Kepulauan Indonesia. Dari hasil
penelitian, laut yang berada dibawah kedaulatan NKRI itu mempunyai 4 fungsi vital:
1. Fungsi vital
pertama
Laut sebagai faktor
integrasi teritorial wilayah nasional, yaitu: integrasi antara matra wilayah
darat, matra wilayah laut dan matra wilayah udara. Tanpa matra wilayah laut,
Indonesia bukan Negara Kepulauan, intinya Negara Kepulauan tidak akan
eksis, perlunya matra wilayah laut merupakan faktor eksistensial bagi negara
kepulauan Indonesia, “without sea there is no archipelagic state”.
2. Fungsi vital
kedua
Laut merupakan
fungsi vital bagi sarana transportasi laut. Bila fungsi ini tidak berjalan, maka
NKRI yang berciri khas Negara Kepulauan bisa terancam eksistesinya dilihat dari
sudut politik, ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan, terutama
dalam penyelenggaraan Negara dan distribusi kebutuhan hidup rakyat.
3. Fungsi vital
yang ketiga
Fungsi vital laut
sebagai deposit sumber daya alam. Baik yang ada dipermukaan laut itu
sendiri, didasar samudera Sea Bed, Continental Shelf karena berisi kandungan
sumber daya alam yang memberikan jaminan terhadap kelangsungan hidup bangsa Indonesia dari
abad ke abad. Bila deposit ini tidak terpelihara dan terjamin pelaksanaan fungsinya, maka Membangun Negara
Maritim Dalam Perspektif EKOSOSBUDPOLHAN kelangsungan hidup rakyat dan
eksistensi Negara Kepulauan Indonesia bisa terancam.
4. Fungsi vital
yang keempat
Fungsi vital laut
bagi pertahanan dan keamanan Negara. Jika fungsi yang keempat ini tidak
terlaksana, maka NKRI yang merupakan Negara Kepulauan bisa terancam keutuhan
dan eksistensinya. Sejarah membuktikan karena fungsi vital keempat ini
dijaga, maka NKRI tetap tegak
berdiri.
Empat fungsi vital
tersebut merupakan fungsi eksistensial bagi keberadaan Indonesia
sebagai Negara kepulauan dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dengan kalimat lain dapat disebutkan, bahwa tanpa laut yang ada dibawah
kedaulatan NKRI dan yurisdiksi nasional Indonesia, maka Negara Kepulauan
Indonesia itu tiak akan pernah ada.
Membangun
Negara Maritim Dalam Perspektif EKOSOSBUDPOLHAN adalah land, sea and the air
secara fungsional dan proporsional. Dengan demikian maka indonesia dilihat sebagai
satu kesatuan wilayah yang terdiri atas wilayah darat, laut dan udara dengan proporsi
dan fungsinya masing-masing diarahkan kearah satu tujuan yaitu menjadikan Negara Maritim Indonesia yang
besar, kuat dan makmur.
[1] Geoffrey
Till, Seapower, Aguide for the
twenty-first century. 270 Madison Ave,New York, 2009, Hal 84
Tidak ada komentar:
Posting Komentar