Komandan satuan memiliki tanggung jawab penuh terhadap semua
kegiatan yang berlangsung di kasatuannya, dalam kehidupan militer, bahwa
seorang komandan bertanggung jawab terhadap tindakan yang dilakukan oleh
bawahannya dalam rangka melaksanakan tugas satuan. Tanggung jawab komandan untuk mengendalikan
dan mengawasi bawahannya merupakan sendi utama dari kehidupan militer yang
bertanggung jawab.
Seorang komandan
dalam memberi perintah harus jelas kepada bawahannya sehingga mudah dimengerti
dan memastikan bahwa perintah yang dikeluarkannya benar-benar dimengerti oleh
bawahannya, komandan harus mengawasi dan mengendalikan perilaku serta tindakan
anak buahnya setiap saat. Dengan
demikian, komandan menjamin pencapaian tugas pokok dengan cara berada langsung
ditengah anak buahnya, serta dengan melakukan pengamanan dan pengawasan secara
terus menerus.
Doktrin
Pertanggung jawaban komando sudah dikenal sejak tahun 1439 ketika Charles VII
dari Perancis mengeluarkan perintah di Orleans yang menyatakan :
“ The King orders that each captain or lieutenant be held
responsible for the abauses. Ills and
offences committed by members of his company, and that as soon as he receives
any complaint concerning any such misdeed or abuse, he bring the offender to
justice so that the said offender be punished in a manner commensurate with his
offence. If he fails to do so or covers up the misdeed or delays taking action,
or if, because of his negligence or otherwise, the offender escapes and thus
evades punishment, the capatain shall be deemed responsible for the offence as
if he had committed it himself and shall be punished in the same way as the offender would have been “.
Prinsip tanggung
jawab komando juga terdapat dalam
pasal-pasal mengenai Perang (the Article of War) yang dikeluarkan oleh Gustavus
Adolphus dari Swedia pada tahun 1621 yang menyebutkan : “ Seorang Kolonel atau
Kapten tidak boleh memerintahkan prajuritnya untuk melakukan tindakan yang
melanggar hukum, barang siap yang memerintahkan yang demikian itu, harus
dihukum menurut putusan hakim (No Colonel or Captain shall command his
solidiers to do any unlawful thing, which who so does, shall be punished
according to the discretion of the Judges) “. Demikian juga Hugo Grotius
menyatakan “ Bahwa Negara dan Pejabat yang berkuasa bertanggung jawab terhadap
kejahatan yang dilakukan oleh orang yang berada di bawah kekuasaannya, jika
mereka mengetahui dan tidak melakukan pencegahan padahal mereka dapat dan harus
melakukan hal itu “.
Protokol
Tambahan I Konvensi Jenewa tahun 1977
(AP I) mengatur dengan tegas mengenai doktrin tanggung jawab komando. Pasal 86 AP I meletakkan kewajiban kepada
para pihak yang bersengketa dan penandatanganan Protokol untuk menindak setiap
pelanggaran terhadap isi Protokol. Pasal
86 ayat (2) AP I menyatakan “ The fact a breach of the conventions or of this
Protokol was committed by a subordinate does not absolve his duperiors from
penal or disciplinary, as the case may be, if they knew, or had information
which should have enabled them to conclude in the circumstances at the time,
that he was committing or was going to commit such a breach and if they did not
all feasible measures within their power to prevent or repress the
breach”. Pasal ini tidak menciptakan
suatu aturan hukum baru, tetapi menjelaskan tentang aturan hukum kebiasaan
bahwa pelanggaran dapat timbul sebagai akibat dari tidak dilakukannya suatu
kewajiban. Pasal 86 ayat (2) ini
menetapkan tanggung jawab seorang atasan dalam kaitannya dengan tindakan yang
dilakukan oleh bawahannya. Dalam hal ini
atasan wajib melakukan intervensi dengan cara mengambil semua lengkah yang
memungkinkan sesuai kewenangan yang dimiliki untuk mencegah, atau menindak
pelanggaran tersebut.
Pasal 87 AP I
meletakkan standard berkaitan dengan tugas dan kewajiban para komandan militer.
Pasal 87 ayat (1) meletakkan kewajiban kepada para Peserta Agung dan para pihak
yang terlibat dalam konflik agar para komandan militer melakukan pencegahan dan
jika diperlukan, menindak setiap pelanggaran yang dilakukan oleh anggota
Angkatan Bersenajata yang berada di bawah komandonya atau orang lain yang
berada dalam pengendaliannya dan melaporkan hal itu kepada penguasa yang
berwenang.
Pasal 87 ayat (2)
meletakkan suatu tugas yang spesifik kepada komandan sesuai dengan tingkatan
tanggung jawabnya, untuk mejamin bahwa semua anggota militer yang berada di
bawah komandonya menyadari kewajibannya menurut Konvensi dan Protokol. Tujuannya adalah untuk mencegah dan menindak setiap pelanggaran yang
dilakukan oleh bawahanya.
Pasal 87 ayat (3)
mewajibkan setiap komandan yang menyadari bahwa bawahannya atau orang lain yang
berada di bawah kendalinya akan melakukan atau telah melakukan kejahatan harus
melakukan tindakan atau upaya untuk mencegah terjadinya pelanggaran tersebut,
dan jika dipandang tepat, mengadakan tindakan disiplin atau pidana terhadap
pelaku pelanggaran.
Pasal 28 huruf
(a) Statuta International Criminal Court (ICC) menyatakan seorang komandan
militer atau orang yang secara efektif bertindak sebagai komandan militer
bertanggung jawab secara criminal atas kejahatan yang berada dalam yurisdiksi
Pengadilan yang dilakukan oleh pasukan yang berada di bawah komando dan
kendalinya secara efektif, sebagai akibat kegagalannya dalam menjalankan
pengendalian yang semestinya terhadap pasukan tersebut, dalam hal :
a. Bahwa komandan
militer mengetahui atau berdasarkan keadaan yang berlangsung saat itu, mesti
telah mengetahui bahwa pasukannya sedang melakukan atau akan melakukan
kejahatan.
b. Bahwa komandan
militer tidak berhasil mengambil semua tindakan yang semestinya dan diperlukan
sesuai kewenangannya untuk mencegah atau menindak terjadinya kejahatan atau
mengajukan pelanggaran tersebut kepada lembaga yang berwenang dibidang
penyelidikan dan penuntutan.
Jadi sudah seharusnya…..
Komadan bertanggung
jawab jika ia sungguh-sungguh mengetahui, seharusnya mengetahui, melalui
laporan yang diterimanya atau melalui cara lain, bahwa pasukannya atau orang
yang berada di bawah kendalinya akan melakukan atau telah melakukan kejahatan perang dan komandan
tersebut tidak mampu untuk mengambil tindakan yang diperlukan dan langkah yang
tepat agar anak buahnya mematuhi ketentuan hukum perang atau tidak menghukum
pelaku kejahatan tersebut.
Doktrin tanggung
jawab komando berlaku atas dasar prinsip-prinsip yaitu : Seorang atasan dapat dikenakan tanggung jawab
karena pembiaran (omission), gagal menjalankan kewajiban untuk mengendalikan
bawahan. Seorang atasan hanya
bertanggung jawab jika ia mengetahui atau mesti mengetahui bahwa bawahannya
melakukan atau akan melakukan suatu pelanggaran terhadap hukum humaniter
internasional.
Komandan mempunyai
tugas dan tanggung jawab terhadap semua kegiatan yang terjadi di kesatuanya
menyangkut segala aspek kehidupan prajurit di kesatuannya termasuk aspek
hukum. Tugas dan tanggung jawab komando
dibidang hukum berkaitan dengan fungsi seorang komandan sebagai pembina hukum,
pembina disiplin, penegak hukum di kesatuannya.
Oleh karena itu baik buruknya suatu
kesatuan beserta prajuritnya, termasuk kualitas serta kapasitasnya
dibidang profesi militer sangat
ditentukan oleh kepemimpinan yang diterapkan oleh komandannya.
Komandan harus
bertanggung jawab terhadap setiap pelanggaran hukum yang terjadi di kesatuannya
termasuk dapat diminta pertanggung jawaban bila ditemukan bukti bahwa
pelanggaran hukum yang dilakukan oleh bawahannya timbul sebagai akibat dari
pelaksanaan perintah komandan yang bertentangan dengan hukum nasional maupun
internasional yang berlaku.
"Tidak ada prajurit
yang salah, yang salah adalah komandannya..."
" tidak ada anak buah yang salah, yang salah adalah
pimpinan..."